Profil Saldi Isra, Hakim MK yang Tolak Putusan Kepala Daerah Belum 40 Tahun Boleh Maju Pilpres
JAKARTA, iNews.id - Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengabulkan gugatan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membolehkan kepala daerah di bawah 40 tahun boleh maju sebagai capres dan cawapres di Pemilu 2024. Namun keputusan itu tidak bulat karena 4 hakim MK menolak dan 2 lainnya setuju namun dengan syarat berbeda.
Salah satu yang menolak yaitu Saldi Isra. Pria kelahiran Paninggahan, Solok, Sumatra Barat pada 20 Agustus 1968 itu menegaskan putusan MK itu inkonsisten. Pasalnya, MK sudah terlebih dahulu menolak 3 putusan serupa sebelumnya.
Menurut Saldi, putusan MK itu aneh luar biasa dan jauh dari nalar manusia sejak menjadi hakim konstitusi pada 11 April 2017. Sebab, MK bisa berubah pikiran dalam sekejap ketika menangani perkara.
"Baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar: Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat," ucapnya di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Saldi Isra merupakan putra dari pasangan Ismail dan Ratina. Awalnya dia hanya memiliki nama Sal yang kemudian ditambahi sang ayah menjadi Saldi karena dinilai terlalu pendek. Namanya kemudian menjadi Saldi Isra saat kelas 6 SD.
Saat SMA, Saldi yang mengambil jurusan fisika memiliki impian melanjutkan kuliah ke ITB bahkan ke AKABRI. Namun cita-citanya belum kesampaian karena gagal tes.
Dua kali gagal, Saldi memutuskan hijrah ke Jambi untuk bekerja. Pada tahun 1990 dia kembali mencoba ikut UMPTN dengan tujuan Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya, Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas, dan Jurusan Ilmu Hukum Universitas Andalas.
Tak disangka dia diterima di pilihan yang ketiga. Singkat cerita, Saldi tetap menekuni kuliahnya dan lulus dengan predikat Summa Cum Laude yaitu IPK 3,86. Dia kemudian menjadi dosen di Universitas Bung Hatta hingga Oktober 1995 sebelum akhirnya berpindah ke Universitas Andalas, Padang.
Dia pun mengabdi pada Universitas Andalas hampir 22 tahun lamanya sambil menuntaskan pendidikan pascasarjana dengan meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia (2001). Kemudian pada 2009, dia berhasil menamatkan pendidikan Doktor di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dengan predikat lulus Cum Laude. Setahun kemudian, dia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas.
Di sela kegiatannya sebagai pengajar, Saldi dikenal aktif sebagai penulis baik di berbagai media massa maupun jurnal dalam lingkup nasional maupun internasional. Ribuan karyanya yang dia tulis sejak masih duduk di bangku mahasiswa membuatnya dikenal luas di kalangan masyarakat. Saldi pun dikenal sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Unand yang memperhatikan isu-isu ketatanegaraan.
Tak hanya itu, Saldi juga terlibat aktif dalam gerakan antikorupsi di Tanah Air. Oleh karena itu, dia dikenal dalam dunia hukum tata negara Indonesia sebagai seseorang yang ‘tumbuh di jalanan’.
Saldi kemudian berulang kali memikirkan impiannya menjabat sebagai hakim konstitusi. Sebagai seorang yang bergelut dalam bidang tata negara, dia tak memungkiri memiliki impian untuk duduk sebagai hakim konstitusi.
Namun, dia menuturkan impiannnya menduduki posisi itu setelah usia 55 tahun. Akan tetapi, tiada yang dapat mengira jalan takdir yang dituliskan Tuhan untuk seorang Saldi Isra. Justru di usia yang masih terbilang muda yakni 48 tahun, posisi yang dia impikan berhasil diraih.
Ternyata kata-kata yang diberikan oleh mantan Ketua MK periode 2008–2013 Mahfud MD berhasil menggugah hatinya untuk mendaftarkan diri pada proses seleksi hakim konstitusi tahun 2017 yang dibuka Presiden Joko Widodo.
“Pak Mahfud pernah mengatakan, Mas, kalau Anda tetap tidak mau daftar, Anda sebetulnya tidak mau membuka jalan untuk generasi baru di MK. Nah, itu beberapa pertimbangan saya,” kenangnya.
Pada 11 April 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik Guru Besar Hukum Tata Negara Saldi Isra untuk menggantikan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi masa jabatan 2017–2022. Pria kelahiran 20 Agustus 1968 tersebut berhasil menyisihkan dua nama calon hakim lainnya yang telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo oleh panitia seleksi (Pansel) Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada 3 April 2017 lalu.
Selain Saldi, Pansel Hakim MK saat itu juga menyerahkan dua nama lainnya, yakni dosen Universitas Nusa Cendana (NTT) Bernard L Tanya dan mantan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Wicipto Setiadi.
Saldi Isra kembali dilantik menjadi hakim MK untuk periode 2023-2028. Bahkan kini dia menjabat Wakil Ketua MK.
Editor: Rizal Bomantama