PTUN Tolak Gugatan HTI, Pemerintah Sebut Kemenangan Pancasila dan NKRI
Dalam persidangan, mereka menyerahkan 134 buah alat bukti untuk memperkuat alasan Pemerintah mencabut status badan hukum ormas HTI. Kuasa Hukum Pemerintah juga telah menghadirkan 13 orang ahli dan saksi yang terdiri dari unsur PBNU, Muhammadiyah, PNS, eks HTI, rektor, dan Kemenkumham.
Dalam persidangan selama ini, ahli dan saksi yang dihadirkan oleh Kuasa Hukum Pemerintah telah mengemukakan pandangan-pandangan dan kesaksiannya mengenai ormas HTI. Tim Kuasa Hukum Kemenkumham mencontohkan Rois Syuriah PBNU KH Ahmad Ishomuddin yang menilai HTI bukan organisasi dakwah tapi organisasi politik. ”HTI membungkus misi politiknya dengan dakwah. Ideologinya Islam tapi aktivitasnya politik".
Menurut Kiai Ishomuddin, HTI tidak sejalan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara di NKRI, yang sangat menghormati dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dalam negara hukum. Sebaliknya, HTI melarang cinta Tanah Air.
Mantan rektor dan guru besar UIN Jakarta Azyumardi Azra dalam kesaksiannya di persidangan menyebutkan bahwa sejumlah penelitian yang dilakukan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pasca-Soeharto khususnya sejak 1999 menunjukkan khilafah sebagai entitas politik bertujuan untuk menggantikan NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.
Adapun ahli Hukum Administrasi Negara Philipus M Hadjon mengatakan, sesuai asas contrarius actus, pejabat yang memberi status badan hukum berwenang melakukan pencabutan karena suatu ormas melakukan pelanggaran. ”Badan hukum perkumpulan HTI dibubarkan supaya pelanggaran yang dilakukan berhenti, karena ini berkaitan dengan keamanan masyarakat".