Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Anggota Parlemen Israel Nyaris Baku Hantam Bahas RUU Hukuman Mati bagi Tahanan Palestina
Advertisement . Scroll to see content

Sampai Kapan Saling Serang?

Rabu, 01 November 2023 - 14:56:00 WIB
Sampai Kapan Saling Serang?
Pengamat Terorisme Irjen Pol (Purn) Hamidin Aji Amin (Foto: Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

Hamidin

Mantan Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT, Pengamat Terorisme

SAMPAI kapan saling serang? Ini adalah sebuah pertanyaan atau pernyataan yang mungkin akan keluar dari lubuk hati setiap orang yang mencintai hidup dalam kedamaian atas situasi yang sedang terjadi. Perang berkecamuk dan saling gempur di Palestina dan Israel, tepatnya di Gaza.

Sungguh ironis dan sadis. Di tengah perang, segala komunikasi dan sistem jaringan telekomunikasi sengaja dipadamkan dengan dalih strategi perang. Akibatnya operasi penyelamatan darurat kemanusiaan, khususnya untuk membantu para korban terluka dan yang sakit, menjadi terhambat.  

Mirjana Spoljaric Egger, Presiden Komite Internasional Red Cross (ICRC) atau Kepala Palang Merah Internasional sangat mengecam pembatasan akses tersebut. Dia mengatakan, inilah kegagalan terbesar negara-negara di bawah bendera PBB yang telah tak henti-hentinya dengan gigih menyerukan gencatan senjata. Gaza pada faktanya terus menerus dibombardir. 

Di sebelah wilayah selatan, Israel justru menyuruh seluruh warga untuk melakukan penyelamatan atau melarikan diri sebagai reaksi atau respons terhadap pernyataan Perdana Menteri Netanyahu yang menekankan  bahwa serangan darat yang telah lama ditunggu kini sedang berlangsung. Inilah pertempuran tahap kedua. Diingatkan pula bahwa Israel akan menghadapi perang jangka panjang. 

Sampai saat ini asap masih mengepul tebal di atas teritori Gaza. Di perbatasan dengan Lebanon, pertempuran juga masih terus berlanjut. Bahkan, rentetan tembakan sempat menyasar pos penjagaan Perdamaian PBB di Desa Hula. 

Seorang penjaga perdamaian berkebangsaan Nepal mengalami luka tembak pada lengan dan perut. Begitu juga di sekitar rumah sakit Shifa Gaza, masih terus dibombardir. Serangan udara Israel terus menggempur dan menghajar seluruh fasilitas jalan menuju Rumah sakit, padahal sekitar di rumah sakit tersebut dijadikan tempat perlindungan utama warga sipil yang melarikan diri dari serangan bombardir Israel di tempat lain. 

Rupanya militer Israel membangun prediksi dan opini bahwa pemimpin Hamas telah membangun bunker bawah tanah di rumah sakit tersebut dan menggunakan warga sipil sebagai tameng hidup. Walau sinyalemen itu telah dibantah dengan tegas oleh Hamas, gempuran tetap dilanjutkan. 

Masih terkait situasi serangan. Tiga pria Palestina tewas ditembak, masing-masing berumur 32 dan 29 tahun yang ditembak di Biet Rima, dekat Ramalah. Sementara seorang lainnya yang berusia 31 tahun ditembak di kamp Askar di Nablus.

Seperti diungkap di atas, sebenarnya sudah ada perintah keras dari militer kepada masyarakat Gaza demi keamanan dan keselamatan agar segera pindah ke arah selatan. Israel berdalih mereka sudah memberikan peringatan dan arahan bahwa operasi mereka dan operasi kemanusiaan lainnya akan diperluas di wilayah Wadi Gaza. 

"Militer telah mulai bergerak ke fase perang berikutnya di Gaza baik dari udara, darat dan laut," demikian penjelasan juru bicara IDF Daniel Hagari.

Situasi ini sungguh miris dan memilukan. Seorang Menteri Pertama Scotlandia, Humza Yousaf, adalah satu di antara berjuta-juta masyarakat dunia yang sedang khawatir akan situasi Gaza.

Betapa tidak? Sepasang mertuanya (Elizabeth El-Nakla dan Meged) ternyata saat ini terjebak di Gaza. Sang menteri pun tidak tahu apakah mertuanya masih hidup atau sudah meninggal karena komunikasi mereka memang telah terputus dan sistem komunikasi di sana mati. Sang menteri menjelaskan, kedua mertuanya berangkat untuk sebuah kunjungan keluarga sebelum konflik perang Israel Hamas terjadi. 

Presiden ICRC Mirjana Spoljaric juga sangat terkejut melihat situasi penderitaan manusia yang tidak dapat ditoleransi ini. Dia mendesak pihak yang berkonflik untuk segera mengurangi bahkan menghilangkan ketegangan di Gaza dan sekitarnya. 

Saat ini semua pihak seharusnya taat kepada hukum humaniter internasional. Aliran bantuan kemanusiaan dan pekerja internasional yang beroperasi atas nama kemanusiaan seharusnya berjalan tanpa hambatan. Begitu pula bantuan untuk mendapatkan layanan dasar kemanusiaan, kesehatan, akses berkelanjutan di lingkungan yang aman juga sangat penting, tegas sang presiden.

Bagaimana tanggapan Israel atas Situasi Terkini Tersebut?

Sabtu malam kemarin sebagaimana telah diungkap oleh berbagai media, sudah ada penegasan Perdana Menteri Netanyahu bahwa militer telah membuka perang "tahap kedua" melawan Hamas. Pasukan darat telah melakukan  penyerangan dari darat, udara dan juga laut. 

Netanyahu menegaskan Israel dengan suara bulat telah menyetujui perluasan invasi darat. Tujuan Israel hanya satu, yaitu; "Mengalahkan musuh yang mematikan," kata Sang Perdana Menteri. 

Israel memberikan gambaran bahwa perang yang meluas ini sebagai "perang kemerdekaan kedua". Netanyahu kembali melanjutkan komentarnya, "Kami telah melenyapkan banyak teroris, namun ini baru berada di tahap awal. Pertempuran di Jalur Gaza akan sulit dan memakan waktu lama. Ini adalah perang kemerdekaan kami yang kedua."

Sungguh miris dibayangkan. Di sana, banyak masyarakat sipil yang tersandera. Komunikasi antara Gaza dan dunia luar hampir seluruhnya terputus. Sebanyak 2,3 juta warga Palestina terisolasi berada di jalur pantai yang diblokade. Mereka tengah bersiap untuk menghadapi malam perang tahap kedua operasi militer Israel.

Komunikasi Perlahan Dibuka Kembali

Setelah beberapa waktu telekomunikasi diblokade, beberapa hari lalu secara perlahan atas desakan berbagai pihak, akhirnya sistem telekomunikasi dibuka. Sangat terbatas memang, tapi situasi ini tentu disambut dengan sangat baik di Gaza yang selama konflik telah terputus dengan dunia luar.  

Pada Jumat malam ketika Israel sedang memperluas operasi darat dan melancarkan serangan udara yang intens, saat itulah telekomunikasi itu dibuka. Jurnalis sudah bisa menggunakan kartu SIM internasional atau telepon seluler satelit. Beberapa di antara jurnalis bahkan pindah dan bergeser lebih dekat ke perbatasan selatan dengan Mesir, berharap mereka akan dapat memanfaatkan jaringan yang dimiliki negara tersebut.

Perang Melahirkan Kebencian Ras Antisemitisme dan Islamofobia

Tidak bisa dihindari dan dielakkan, dampak aksi penyerangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu terhadap Israel serta eskalasi konflik yang terus meningkat di Gaza langsung dirasakan di kedua wilayah tersebut. Aksi ini juga akhirnya melahirkan simpati dan empati, termasuk solidaritas masyarakat dunia.  

Polarisasi berita, baik di media mainstream, di media sosial maupun disinformasi yang sering diterima secara real-time, serta hubungan erat antara diaspora Israel dan Palestina dengan kerabat dan teman mereka di Timur Tengah, telah memberikan dampak secara langsung pada kehidupan orang Yahudi dan Muslim hampir di seluruh dunia. 

Di Inggris, sikap Islamofobia dan antisemitisme meningkat dalam tiga minggu sejak kekejaman Hamas dan Israel. The Community Security Trust (CST) telah mengumpulkan laporan antisemitisme di Inggris dan memberikan petunjuk dan saran pelatihan keamanan untuk sekolah sekolah dan sinagoga Yahudi.  

Tercatat setidaknya ada 805 insiden antisemitisme antara tanggal 7 dan 27 Oktober lalu. Ini angka tertinggi yang pernah tercatat dalam periode 21 hari dan lebih tinggi dari yang tercatat selama enam bulan pertama tahun ini. 

Tell Mama, sebuah badan yang melakukan pengamatan untuk masalah Islamofobia juga mencatat ada 291 insiden kebencian anti-Muslim antara tanggal 7 dan 19 Oktober 2023. Peningkatannya enam kali lipat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Bagaimana Sikap Masyarakat Indonesia?

Di Indonesia, dukungan kepada masyarakat Palestina tampaknya baru terbatas pada tatanan respons di sosial media. Ada juga demo-demo kecil inspiratif pro dan dukungan atas penderitaan kemanusiaan di Palestina. Juga, saran-saran penggalangan-penggalangan dana bagi kemanusiaan untuk masyarakat Palestina.  

Tampaknya dukungan moral lebih dominan dibanding dengan ikut reaktif atas perang Hamas dan Israel, apalagi melahirkan antisemitisme dan rasial. Ternyata masyarakat kita tidak mau terpancing dengan isu-isu sensitif suku ras dan agama. Masyarakat kita lebih mencintai kedamaian. Masyarakat kita adalah masyarakat yang maju dan berpikir moderat. 

Biarlah mekanisme hukum internasional yang bekerja. Pemerintah sendiri melalui Menlu Retno Marsudi telah menyerukan perlunya perdamaian kedamaian, penghentian perang dan menaati hukum humaniter internasional. 

Semoga Antisemitisme dan Islamofobia tidak lahir di negeri ini. Amin.

Editor: Maria Christina

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut