Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Sidang Uji Materi UU Pers, PWI Minta MK Perkuat Perlindungan bagi Wartawan
Advertisement . Scroll to see content

Sidang Uji Materi UU Pers, PWI Tegaskan Perlindungan Wartawan Tak Boleh Sekadar Formalitas

Senin, 10 November 2025 - 20:27:00 WIB
Sidang Uji Materi UU Pers, PWI Tegaskan Perlindungan Wartawan Tak Boleh Sekadar Formalitas
Perwakilan PWI Pusat hadir sebagai pihak terkait di sidang uji materi Pasal 8 UU Pers, Gedung MK, Jakarta, Senin (10/11/2025). (Foto: Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar uji materi Pasal 8 Undang-undang (UU) tahun 40 tahun 1999 tentang Pers yang diajukan Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum). Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menekankan perlindungan wartawan tidak boleh sekadar formalitas.

Ketua Bidang Pembelaan dan Pembinaan Hukum PWI Pusat, Anrico Pasaribu menegaskan perlindungan wartawan tidak boleh berhenti di tataran normatif. PWI menilai Pasal 8 UU Pers konstitusional, namun pelaksanaannya masih lemah di tingkat penegakan hukum.

"Perlindungan bagi wartawan harus dijalankan sebagai kewajiban aktif negara. Bukan hanya tanggung jawab moral atau administratif,” ujar Anrico usai sidang, Senin (10/11/2025).

PWI juga menegaskan pentingnya koordinasi antara Dewan Pers, aparat penegak hukum, dan organisasi profesi wartawan dalam membangun mekanisme perlindungan yang cepat dan efektif ketika wartawan menghadapi ancaman atau kriminalisasi.

Sementara itu, ahli hukum pidana Albert Aries menilai Pasal 8 UU Pers sebaiknya dipertegas untuk menjamin kepastian hukum bagi wartawan. Menurutnya, jurnalis yang bekerja dengan itikad baik dan berpedoman pada kode etik jurnalistik seharusnya memiliki perlindungan hukum khusus atau imunitas terbatas, serupa dengan profesi lain seperti advokat, notaris, atau anggota BPK.

"Jika wartawan menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik sesuai kode etik, maka ia tidak sepatutnya dikenai tindakan kepolisian atau gugatan perdata. Perlindungan ini bukan bentuk impunitas, tetapi jaminan agar pers bisa berfungsi secara bebas dan bertanggung jawab,” ujar Albert Aries di ruang sidang MK.

Albert juga mencontohkan sejumlah kasus yang menunjukkan pentingnya kepastian hukum bagi wartawan, seperti perkara Bambang Harymurti (Tempo) dan Supratman (Rakyat Merdeka) yang pernah diputus tidak bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) karena dianggap melaksanakan fungsi jurnalistik yang sah.

Namun, menurutnya, banyak jurnalis di daerah tidak seberuntung itu karena masih menghadapi kriminalisasi atau kekerasan saat bekerja.

Saksi pemohon, Moh. Adimaja selaku jurnalis foto menceritakan pengalaman pribadi ketika mengalami kekerasan fisik saat meliput demonstrasi di kawasan Senen, Jakarta.

"Saya dipukuli, diintimidasi, kamera saya direbut dan dipaksa menghapus gambar. Semua terjadi saat saya meliput sesuai prosedur jurnalistik,” ujar Adimaja di depan majelis hakim.

Dia mengaku belum merasakan perlindungan hukum yang nyata dari Pasal 8 UU Pers. Bahkan, kata dia, setelah kejadian itu tidak ada tindak lanjut hukum yang melindungi dirinya sebagai wartawan.

“Pertanyaan saya, perlindungan itu untuk institusi medianya atau untuk profesinya sebagai jurnalis?” ujarnya.

Editor: Rizky Agustian

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut