JAKARTA, iNews.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyoroti sejumlah pasal dianggap bermasalah dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Hal ini disampaikan salah satu Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing.
Dia mengatakan, untuk pelanggaran HAM berat dalam KUHP tersebut diadopsi dari UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Pelanggaran HAM berat dalam RKUHP memiliki prinsip dan asas tidak sama dengan tindak pidana biasa. Hal itu, disebut sebagai tidak pidana khusus, di samping itu pula terdapat pencucian uang, antikorupsi dan lain sebagainya.
Ratu Rania Bandingkan Retorika Israel seperti Propaganda Nazi
"Kami melihat di sini sebetulnya tidak tepat pelanggaran berat ini normanya ditaruh ke bab tindak pidana khusus," ujarnya saat diskusi dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melalui daring, Selasa (6/12/2022).
"Kenapa? Ada beberapa alasan yang sudah kami ungkapkan. Dalam pelanggaran HAM berat dikenal sebagai asas retroaktif dan juga prinsip tidak mengenal kedaluwarsa. Ini ada dalam UU 26 Tahun 2000," katanya lagi.
Protes RKUHP Disahkan, Aliansi Masyarakat Bangun Tenda di Depan Gedung DPR
Dia mengatakan, apabila tanpa asas retroaktif dan tidak mengenal kedaluwarsa, maka 15 kasus pelanggaran HAM yang saat ini diselidiki Komnas HAM bisa dianggap tidak ada. Padahal faktanya, Komnas HAM menemukan korban dalam kasus tersebut.
"Nah di dalam RKUHP ini tidak ada asas retroaktif. Jadi harus sinkron antara RKUHP yang sudah disahkan dengan pengadilan HAM. Itu yang pertama," kata Uli.
Massa Aksi Tolak Pengesahan RKUHP Bangun Tenda di Depan DPR
Lalu kedua, dalam RKUHP versi 30 November 2022 terdapat dua pasal yakni pasal 598 dan pasal 599.
"Itu ada 2 jenis genosida dan kejahatan kemanusiaan," katanya.
Tok, DPR Resmi Sahkan RKUHP Jadi Undang-Undang
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku