Uji Materi ke MK, RCTI Minta Siaran Berbasis Internet Tunduk UU Penyiaran
Menurut Pemohon, pembedaan perlakuan terjadi karena keenam hal di atas hanya berlaku bagi penyelenggara penyiaran konvensional sebagaimana Pemohon. Sebaliknya, hal ini tidak berlaku bagi penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet seperti layanan OTT.
Terkait enam aturan yang diwajibkan itu, Pemohon juga menyatakan, dalam penyelenggaraan penyiaran, mereka wajib tunduk pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Penyiaran (P3SPS) dalam membuat konten siaran. Apabila melanggar, akan dikenakan sanksi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai bagian dari tugas pengawasan.
Sementara, bagi penyelenggara siaran yang menggunakan internet tidak ada kewajiban untuk tunduk pada P3SPS sehingga luput dari pengawasan. Padahal faktanya banyak konten siaran yang disediakan layanan OTT tidak sesuai dengan P3SPS dimaksud.
“Pembedaan perlakuan sebagaimana diuraikan dalam contoh-contoh di atas berimplikasi pada ketiadaan “level playing field” dalam penyelenggaraan penyiaran, yang pada akhirnya sangat merugikan Pemohon sebagai penyelenggara penyiaran konvensional baik secara materil maupun immaterial,” kata Pemohon.
Tidak hanya itu, penyelenggaraan penyiaran sebagai bentuk ekspresi kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi, baik itu secara konvensional maupun secara digital harus mengindahkan ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Namun permasalahannya justru terletak pada munculnya berbagai macam penyelenggaraan penyiaran model baru yang berbasis internet sebagaimana dilaksanakan sejumlah layanan OTT.