5 Pemilik PO Bus Besar Berjuang dari Nol, Nomor 4 Tidak Lulus SD demi Bantu Keluarga

JAKARTA, iNews.id - Nasib seseorang tidak ditentukan dari mana mereka lahir, tapi seberapa besar usaha mereka hingga menjadi orang sukses. Itulah yang menjadi kunci keberhasilan sejumlah pemilik perusahaan otobus (PO bus) di Indonesia.
Tidak dipungkiri, banyak PO bus merupakan warisan keluarga. Namun, tak sedikit pula yang membangun usaha dari nol.
Banyak kisah inspratif bagaimana mereka bertahan hidup hingga bisa mengggaji ribuan karyawan. Para pemilik PO bus ini merupakan sosok pekerja keras yang memiliki impian besar.
Bahkan, ada dari mereka berasal dari kernet dan sopir bus. Dirangkum iNews.id dari berbagai sumber, berikut lima pemilik PO bus berasal dari sopir dan kernet.
1. PO Roasalia Indah
Perusahaan otobus (PO) Rosalia Indah merupakan salah satu transportasi massal yang menawarkan layanan premium. PO bus tersebut dibangun oleh Yustinus Soeroso.
Jika melihat bus Rosalia Indah, banyak yang menyangka pemilik PO tersebut berasal dari keluarga pengusaha kaya. Nyatanya, pria yang akrab disapa Pak Roso ini merupakan seorang anak buruh tani dan memulai kariernya sebagai kernet (kondektur).
“Masa kecil saya sangat kurang. Saya enam bersaudara dan bapak saya hanya seorang buruh tani. Saya termotivasi untuk hidup mandiri, sekolah mandiri, sehingga membuat saya memiliki prinsip untuk keluar dari rumah saat dewasa,” kata Pak Roso dilansir dari kanal YouTube Perpalz.
Dia harus menjalani kehidupan dari bawah karena sulitnya mencari pekerjaan di kota dengan ijazah yang pas-pasan, hingga akhirnya menjadi kondektur bus. “Dari kondektur pelan-pelan, dengan bekerja keras dan doa dari keluarga akhirnya saya menjadi agen bus Timbul Jaya. Saat itu, saya nyari penumpang sendiri, jadi calo sendiri, apa-apa sendiri,” ujarnya.
Namun, selama 11 tahun mengabdi di Timbul Jaya sebagai agen, Pak Roso mendapatkan banyak pelajaran. Bahkan, saat itu istrinya juga membantu menjalankan agen bus, sehingga keduanya memiliki pengalaman di dunia transportasi.
“Apa yang saya dapatkan istri saya juga dapatkan, karena saat itu kami mengelola sampai 36 bus Timbul Jaya. Pada saat itu, segala sesuatunya saya yang menentukan, hampir 90 persen apa-apa saya,” kata Pak Roso.
Pada 1983, Pak Roso melihat peluang karena PO Timbul Jaya hanya mengantar penumpang sampai Solo. Padahal, saat itu banyak penumpang dari Jawa Timur, tepatnya ke Blitar.
Akhirnya, Pak Roso mencari cara membeli satu unit yang digunakannya untuk mengantar penumpang yang turun di Solo menuju Blitar. Hingga akhirnya bisnis tersebut berjalan baik dan menambah dua unit pada 1984.