Emoji Bisa Gantikan Bahasa Tubuh dan Nada Suara saat Berkirim Pesan
JAKARTA, iNews.id - Kondisi dunia sekarang tidak sebebas dulu. Akibat virus corona (Covid-19), sejumlah sektor terguncang dan interaksi tatap muka juga tidak dapat dilakukan.
Sebagai gantinya, banyak masyarakat di dunia mengganti interaksi secara online seperti berkirim pesan dan e-mail. Namun, para peneliti dari Universitas Chichester di Inggris memiliki gagasan yang terdengar sedikit aneh.
Gagasan itu adalah masyarakat harus mengganti 93 persen isyarat komunikasi yang hilang saat berkirim pesan online dibanding berbicara dengan rekannya bertatap muka. Caranya dengan menggunakan emoji.
Tentu saja ada alasan para peneliti merekomendasikan isyarat komunikasi diganti dengan emoji. Emoji dapat menjadi alat penting untuk menggantikan bahasa tubuh dan nada suara.
“Saat kami berkomunikasi melalui e-mail, kami hanya mengungkapkan konten dan meninggalkan nada vokal dan ekspresi wajah. Oleh karena itu kami tidak mengungkapkan isyarat yang cukup bagi kolega kami untuk membuat kesimpulan yang efektif. Emoji dapat sangat membantu dalam komunikasi sebagai petunjuk sikap komunikator. Mereka isyarat semu-nonverbal. Emoticon memungkinkan penerima untuk memahami dengan benar tingkat dan arah emosi sikap dan ekspresi perhatian,” kata seorang dosen psikolog senior di Universitas Chichester Dr Moitree Banerjee yang dikutip dari Digital Trends, Jumat (10/4/2020).
Selain teks, masyarakat dunia juga mengganti pertemuan mereka dengan online. Anda juga dapat menggantikan isyarat komunikasi dengan ekspresi wajah dan nada suara.
Sebuah studi psikolog klasik yang dilakukan pada 1967 menunjukan, nada suara seseorang didahulukan dari isi kata-kata mereka saat menentukan makna. Ekspresi wajah juga merupakan faktor yang sangat penting dalam menyimpulkan sikap komunikator.
Penelitian yang diterbitkan pada 2015 melaporkan, karyawan menganggap komunikasi tatap muka lebih berkualitas dibanding telepon dan e-mail. Komunikasi tatap muka juga sangat kuat dan positif terkait kepuasan kerja karyawan dan persepsi mereka tentang efektivitas supervisor mereka bersama dengan identifikasi tim.
Penelitian itu membantu menjelaskan mengapa orang saat ini menggunakan layanan seperti Zoom untuk mengubah pertukaran e-mail menjadi video call. Tapi, tidak terhindarkan percakapan berbasis teks harus tetap terjadi dan di sinilah emoji berperan.
“Saran saya ini adalah waktu yang tepat untuk beralih dari komunikasi tanpa pikiran ke penuh perhatian. Ini adalah waktu untuk menumbuhkan kesadaran dan tidak menghakimi, bagi pengirim dan penerima untuk mengetahui kesenjangan dalam komunikasi yang disebabkan mode komunikasi baru ini. Mungkin tidak lazim menggunakan emoji dalam pengaturan kerja formal. Namun, ini dapat memecahkan beberapa hambatan,” ujarnya.
Editor: Dini Listiyani