TikTok berulang kali membantah klaim bahwa Pemerintah China memiliki kendali atas ByteDance.
“Kami yakin dan kami akan terus memperjuangkan hak-hak Anda di pengadilan. Faktanya, dan konstitusi berpihak pada kita. Yakinlah, kita tidak akan kemana-mana,” ucap CEO TikTok, Shou Zi Chew
Adapun, ByteDance memiliki 20 persen saham TikTok, melalui saham pengendali di perusahaan tersebut. Sekitar 60 persen saham lainnya dimiliki oleh investor institusi, termasuk perusahaan investasi besar AS Carlyle Group, General Atlantic, dan Susquehanna International Group. Sementara, 20 persen sisanya dimiliki oleh karyawan TikTok di seluruh dunia dan tiga dari lima anggota dewan ByteDance merupakan orang AS.
Pemerintah China juga menepis kekhawatiran tersebut dan menyebutnya sebagai paranoia dan memperingatkan bahwa larangan terhadap TikTok pasti akan berdampak buruk bagi AS.
Meski UU tersebut telah berlaku, TikTok tidak akan langsung dilarang di AS. UU baru ini memberi waktu sembilan bulan kepada ByteDance untuk menjual bisnisnya, dan tambahan masa tenggang tiga bulan, sebelum kemungkinan larangan dapat diberlakukan.
Artinya, batas waktu penjualan kemungkinan besar akan tiba pada 2025, setelah presiden pemenang pada pemilu tahun 2024 menjabat.