PT Freeport Indonesia, bagian dari BUMN holding pertambangan Indonesia MIND ID, mula-mula menambang Ertsberg pada 1972 usai menerima Kontrak Karya I (1967). Eksplorasi dan eksploitasi ini menghasilkan konsentrat tembaga, emas, perak dan mineral turunan lainnya. Ertsberg selesai dikeruk pada 1988.
Namun, tak berarti Freeport rampung beroperasi. Raksasa tambang kelas dunia ini telah menemukan harta karun lainnya berupa Gunung Grasberg. Penambangan terbuka dengan skala lebih besar dilakukan. Tahun demi tahun berjalan, era Grasberg pun berakhir pada 2019.
Lagi-lagi Freeport tak berpangku tangan. Cadangan tak kalah besar ditemukan dalam perut bumi. PTFI memulai investasi proyek pengembangan bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) sebagai kelanjutan dari open pit Grasberg.
Mengacu data perseroan, tak kurang duit 9 miliar dolar AS digelontorkan, plus tambahan 20 miliar dolar AS akan diinvestasikan sampai dengan 2041. Estimasi kandungan cadangan mineral mencapai 963 juta metrik ton.
Senior Vice President Underground Mine PTFI Hengky Rumbino mengatakan, saat ini produksi tambang bawah tanah PTFI sekitar 125.000-150.000 ton per hari. Selain GBC, tambang bawah tanah lainnya mencakup blok Deep Mile Level Zone (DMLZ) dan Big Gossan.
Kemudian, blok Kucing Liar yang juga akan digarap tahun ini dan memiliki masa produksi hingga 2053. Dulu, semua hasil tambang Freeport diekspor begitu saja ke luar negeri.
Namun kini kegiatan itu tinggal cerita. Kebijakan hilirisasi untuk mendapatkan nilai tambah dari industri tambang yang digelorakan Pemerintah Indonesia telah mengubah aktivitas bisnis perseroan secara drastis.
Sebagai wujud kepatuhan isi Kontrak Karya II, Freeport Indonesia membangun pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) hasil tambang. Dimulai dari PT Smelting Gresik pada 1996 dan teranyar Smelter Manyar di Kawasan Ekonomi Khusus JIIPE Gresik.