Pada 23 September 2024, Presiden Joko Widodo meresmikan produksi katoda tembaga perdana dari smelter tersebut.
“Dengan mengolah sumber daya alam sendiri dan tidak ekspor raw material, akan membuka lapangan pekerjaan yang sangat besar. Ini pelaksanaan dari gagasan hilirisasi yang merupakan fondasi ekonomi baru Indonesia yang tidak bertumpu pada konsumsi domestik, tapi kita mau bertumpu pada produksi," kata Jokowi.
Turut hadir dalam peresmian ini antara lain Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan P Roeslani, Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso, Chairman Freeport-McMoran Richard C Adkerson, President dan Chief Executive Officer (CEO) Freeport-McMoran Kathleen L Quirk serta Tony Wenas.
Tak dimungkiri, kehadiran Smelter PT Freeport Indonesia menggoreskan sejarah baru. Merangkai hulu hilir industri tambang bukan lagi sekadar jargon dan omon-omon belaka, tapi terwujud nyata.
Dengan investasi senilai Rp56 triliun, smelter single line design terbesar di dunia tersebut akan mengolah 1,7 ton konsentrat tembaga per tahun yang dapat menghasilkan 650.000 ton katoda tembaga.
Dari smelter ini juga terproduksi 50 ton emas dan 210 ton perak. Smelter yang mulai beroperasi pada 27 Juni itu diproyeksikan dapat beroperasi penuh pada Desember 2024.
“Dengan smelter PTFI pengolahan mineral dapat dilakukan secara penuh dari hulu hingga hilir di dalam negeri. Ini tentunya akan memberikan nilai tambah bagi negara kita tercinta,” kata Tony dalam kesempatan yang sama.
Pendek kata, aktivitas hulu hilir yang dijalankan PTFI merupakan rangkaian panjang. Dimulai dari perut bumi di highland Papua, bermuara di kawasan industri Gresik. Sebuah proses yang rumit, kompleks dan berisiko tinggi, namun memiliki efek dahsyat bagi pembangunan negeri.