Mengenai likuiditas, perusahaan menegaskan akan aktif menjaga komunikasi dengan kreditur, berusaha untuk menyelesaikan risiko, serta menjaga hak dan kepentingan yang sah semua pihak.
Evergrande, yang merupakan pengembang properti terbesar kedua di China berdasarkan penjualan pada 2020 tengah menghadapi kewajiban utang sebesar 300 miliar dolar AS. Bahkan perusahaan berjuang mengumpulkan uang tunai untuk membayar kreditur, dan ketua perusahaan Hui Ka Yan dilaporkan telah menjual aset pribadi untuk menopang keuangan perusahaan. Tapi itu sepertinya tidak cukup untuk menghindari default.
Pada Desember lalu, Fitch Ratings menyatakan perusahaan gagal membayar utang, dan menurunkan peringkatnya karena ketidakmampuan Evergrande untuk membayar bunga jatuh tempo obligasi berdenominasi dolar AS pada bulan itu.
Sementara analis telah lama khawatir runtuhnya Evergrande dapat memicu risiko yang lebih luas di pasar properti China, merugikan pemilik rumah, dan sistem keuangan yang lebih luas. Industri properti dan terkait menyumbang 30 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) China.
Federal Reserve AS memperingatkan pada November 2021, masalah di sektor properti China dapat mengganggu ekonomi global. Adapun pemerintah Beijing telah membantu Evergrande melakukan restrukturisasi utang dan operasi bisnis. Namun, para analis memperingatkan krisis properti tetap menjadi ancaman yang membayangi China.