“Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana kita menata agraria dari sisi legalisasi aset khususnya tanah-tanah yang saat ini sedang mengalami konflik agraria, terutama di tanah-tanah seperti tanah transmigrasi. Banyak persoalan dari tanah transmigrasi baik dari sisi subjek maupun objek,” tutur dia
Terkait dengan legalisasi aset, kata Dalu, ada juga beberapa tantangan terkait konteks Redistribusi Tanah. Hal itu khususnya yang berkaitan dengan pelepasan kawasan hutan, tanah-tanah yang dari sisi aset dimiliki pemerintah maupun pemerintah daerah.
“Dari tantangan-tantangan itu yang sampai saat perlu kita simpulkan, yaitu perlu adanya penyamaan persepsi, kolaborasi dengan berbagai kementerian yang ini mesti diselaraskan di era ke depan,” ucap dia.
Semantara itu, cendekiawan agraria asal Institut Pertanian Bogor (IPB), Endriatmo Soetarto turut membahas terkait bagaimana adanya ketimpangan sosial dalam kepemilikan tanah, sehingga memang perlu adanya kepastian kebijakan pro rakyat yang berfokus pada penataan tanah yang berkeadilan.
“Penataan tanah harus selaras dengan kebutuhan lokal, memastikan distribusi tanah yang adil, dan memastikan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Kementerian ATR/BPN menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki otoritas dalam kebijakan pertanahan, yang mana ini penting dihubungkan dengan kebutuhan pembaruan tata urusan agraria,” kata Endriatmo.
Diskusi ini juga dihadiri oleh Direktur Pemberdayaan Tanah Masyarakat, Dwi Budi Martono; Direktur Landreform, Rudi Rubijaya; Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Agraria, Sukiptiyah; Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan dan Wilayah Tertentu, Andi Renald; serta Kepala Kantor Pertanahan Kota Bogor, Budi Jaya beserta jajaran. Kegiatan ini juga mengundang beberapa pihak eksternal seperti perwakilan Badan Bank Tanah dan CSO