Pantauan iNews.id di ruang kendali (control room) berdinding krem seluas 45 meter x 20 meter pada pertengahan Agustus lalu, para operator tenggelam dalam pekerjaannya. Tanpa banyak bicara, namun mata tajam menancap layar. Tangan terus lihai bergerak menjalankan kendaraan.
Di ruang itu layar yang menunjukkan grafik dan berbagai indikator terkait dengan operasional tambang bawah tanah terpampang di mana-mana. Mereka yang bertugas senantiasa sigap memantau pergerakan alat. Bila terjadi kendala, muncul semacam sinyal yang langsung terdeteksi dari ‘jantung’ ruang operasional underground mine terbesar di dunia ini.
Semuanya bermula dari ekspedisi Cartenz oleh AH Colijn, FJ Wissel, dan geolog muda Jean-Jacques Dozy pada 1936. Orang asing ini menembus rimba Papua, mencapai gunung gletser Jayawijaya dan menemukan gunung bijih alias Ertsberg. Penelitian Dozy ini berakhir pada jurnal di perpustakaan Belanda.
Dua dekade lebih berselang, tepatnya pada 1963, ekspedisi dilakukan oleh Forbes Wilson dan Del Flint untuk menemukan kembali Ertsberg. Wilson yang saat itu manajer eksplorasi Freeport Sulphur sebelumnya terkesima ketika menemukan laporan Dozy tentang gunung bijih tersebut.
Atas restu dan pendanaan perusahaan Wilson menuju Papua untuk membuktikan kebenaran jurnal yang ditulis Dozy. Inilah cikal bakal masuknya Freeport Mc-Moran Inc, perusahaan tambah Amerika Serikat ke Indonesia.