"Biasanya model dirayu atau dijanjikan yang manis-manis jika nanti perusahaan beroperasional lagi akan dipanggil bekerja padahal faktanya begitu pabrik operasional lagi kaga ada yang dipanggil kerja lagi," kata Sarino.
Sarino memberikan contoh, misalnya syarat untuk mencairkan uang JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan), maka perusahaan harus melunasi iuran bulanan BPJS TK. Sebab jika masih terdapat tunggakan, uang JKP tidak dapat dicairkan.
Alhasil, dalam situasi tersebut korban PHK biasanya menyetujui surat pengunduran diri agak iuran BPJS bisa dilunasi oleh perusahaan.
"Ada juga yang diintimidasi ditakut-takuti tidak akan dapat hak apa-apa jika tidak mau bikin surat pengunduran diri. Salah satunya adalah di BPJS Ketenagakerjaan," tuturnya.
Menurut Sarino saat ini posisi buruh di Indonesia masih lemah. Sehingga jika masuk dalam situasi tersebut, maka buruh tidak bisa berbuat banyak.
"Jika ada serikatnya ya bisa lakukan penolakan oleh serikat-nya. Tapi jika di perusahaan tersebut tidak ada serikatnya ya wasalam buruh tidak bisa berbuat apa apa karena posisi buruh yang lemah," kata Sarino.
Belakangan tengah viral di media sosial PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yang dilakukan oleh salah satu pabrik ban di Cikarang PT Hung-A Indonesia. Perusahaan tersebut dikabarkan tidak lagi mendapatkan order sehingga terpaksa ribuan karyawan harus dirumahkan.
Sarino menjelaskan, hingga saat ini diketahui jumlah karyawan yang terdampak PHK itu sekitar 1.500. Sebab pabrik rencananya bakal tutup beroperasi mulai bulan Februari tahun 2024.