JAKARTA, iNews.id - Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) atau UU Pajak, pada 29 Oktober 2021. Sebelumnya, UU HPP telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPR pada 7 Oktober 2021.
Pembahasan UU HPP yang awalnya dikenal dengan nama RUU KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) itu, dapat dikatakan menjadi salah satu UU yang menjadi aorotan publik.
Pro dan kontra terjadi selama pembahasan RUU KUP di tingkat I, antara DPR dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hal itu, terutama dipicu rencana Kemenkeu menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sembako, layanan pendidikan dan kesehatan yang diatur dalam RUU KUP.
Padahal Kemenkeu bermaksud menetapkan PPN untuk sembako, layanan pendidikan dan kesehatan jenis tertentu atau premium, yang dinikmati kalangan masyarakat kelas atas. Misalnya, beras premium, kursus dengan biaya mahal, juga layanan kesehatan tertentu.
Namun maksud Kemenkeu tersebut menuai pro-kontra. Pemerintah dinilai tidak berpihak pada maayarakat yang sedang menghadapi kondisi sulit akibat danmpak pandemi, sehingga menerapkan pajak untuk kebutuhan pokok maupun layanan pendidikan. Ada pula yang berpendapat bukan waktu yang tepat untuk menerapkan PPN sembako, layanan pendidikan dan kesehatan. Berbagai kalangan turut memberi pendapatt baik dari akademikus, lembaga penelitian, hingga masyarakat umum.