JAKARTA, iNews.id – Pandemi Covid-19 di Indonesia membuat sejumlah sektor usaha lesu. Para pebisnis kesulitan dalam membayar cicilan utang ke lembaga perbankan.
Melihat situasi ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan kebijakan POJK/11 tentang Restrukturisasi Kredit. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengungkapkan terdapat beberapa tantangan dalam menerapkan POJK/11 tersebut. Di antaranya, menyeimbangkan antara kebutuhan debitur dengan kapasitas likuiditas bank.
“Kualitas governance dan integritas para pelaku perbankan serta debitur sangat menentukan kelancaran pemberian restrukturisasi. Bank perlu memastikan tidak terjadi moral hazard atau adanya free rider dalam penerapan relaksasi ini,” kata Heru dalam diskusi daring, Jumat (20/11/2020).
Tak hanya itu, dalam menerapkan POJK/11 tetap harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko. Lalu, banyak masyarakat yang beranggapan kebijakan itu dapat diterapkan kepada seluruh jenis kredit.
“Mereka memandang bahwa kredit semuanya boleh direstrukturisasi, ini yang bekali-kali terjadi, karena kurangnya pemahaman," ujarnya.
Kemudian, terkait kendala realisasi restrukturisasi kredit yang belum optimal karena adanya kesulitan tatap muka, verifikasi data, dan pengkinian kondisi debitur akibat social distancing dan pembatasan akses di beberapa wilayah.