Tapi ada dong Pak upaya Bapak untuk memperkuat hukum di Indonesia lagi khususnya untuk korupsi para pejabat negara?
Pasti, kita lakukan hal yang sama. Jadi beberapa undang-undang yang sudah kita persiapkan, termasuk undang-undang perampasan aset, kan pemerintah sudah siap. Kemudian undang-undang tentang pembatasan transaksi uang kartal. Tetapi kan pemerintah tidak sendirian dalam penyusunan sebuah undang-undang. Tugas utama pembentukan undang-undang menurut Undang-Undang Dasar 45 itu sekarang beralih dari dulu di presiden sekarang beralih ke parlemen.
Beberapa waktu yang lalu juga kan masyarakat Indonesia sempat kayak, wah ini sepertinya pemerintah salah kaprah dengan denda damai yang sempat disampaikan.
Enggak. Jadi gini, denda damai sesuatu yang, contoh bahwa ada penyelesaian di mana kerugian negara ataupun juga kerugian perekonomian negara itu merupakan sebuah penyelesaian yang kita anut. Jadi diatur dalam regulasi karena kan untuk tindak pidana ekonomi memang dikenal denda damai dan bukan hanya di Undang-Undang Kejaksaan, tetapi dalam kasus-kasus perpajakan katakanlah mungkin karena kekurangan bayar dan lain sebagainya, kan ada negosiasi di antara penyidik Kantor Pajak dengan orang yang diduga melakukan itu.
Nah, upaya denda damai itu adalah memangkas menyangkut soal penyelesaian perkara di luar pengadilan. Tetapi kita bersepakat bahwa denda damai itu tidak berlaku untuk tindak pidana korupsi, tapi mungkin ke depannya bisa iya, ya mungkin ya. Karena yang lebih penting bagi kita adalah menyangkut soal asset recovery. Jadi bagaimana kerugian keuangan negara itu menjadi sesuatu hal yang paling penting dibandingkan sekadar hanya untuk menghukum.
Trus sanksi jeranya apa dong Pak?
Ya kan tetap ada sanksi pidananya kan juga tetap ada.
Jadi, tidak dihapuskan. Jadi tetap ada pidana, tetap juga asetnya harus dikembalikan.
Apa dan bagaimana program Kementerian Hukum demi memastikan untuk tidak mencederai kepercayaan publik?
Kalau di Kementerian Hukum, program kami sudah sangat jelas makanya agak lebih jarang saya mengekspos di awal. Kami melakukan sebuah proses transformasi di Kementerian Hukum, baik untuk outputnya nanti itu berimplikasi keluar, tapi juga punya output dan implikasinya ke internal. Transformasi digital dalam bentuk layanan digital yang kami kembangkan di Kementerian Hukum yang rumah besarnya lagi dipersiapkan itu akan memberikan dampak yang luar biasa karena akan meminimalisir pertemuan antara orang yang meminta layanan dan pemberi layanan, itu yang pertama. Kalau kemudian layanan digital ini bisa dilakukan karena kita punya hampir mungkin sekitar 300 atau 400 layanan, kita publik, tapi sekarang yang bisa diakses dengan digital mungkin baru sepertiganya. Nah, ada PR besar untuk itu.
Jadi di tengah teknologi smartphone di mana-mana digitalisasi itu sangat penting?
Oh sangat penting, ya seperti halnya dengan layanan perbankan, sekarang kita sudah hampir enggak pernah ke bank kan? Ada mobile banking. Itu sebuah keniscayaan, jadi itu tak terhindarkan.
Bagaimana pandangan Anda soal putusan MK menghapus presidential threshold, bisa anda jelaskan?
Kita hormati putusan MK, dan saya mengapresiasi kali ini saya mengapresiasi putusan MK. Kenapa saya apresiasi? Karena Mahkamah Konstitusi tidak membuat norma, membatalkan norma yang dibuat oleh pemerintah bersama dengan DPR, kemudian memberi ruang kepada pembentuk itu undang-undang untuk membuat norma baru, tetapi memberi rambu-rambu lima hal dalam bentuk yang disebut dengan apa namanya rekayasa konstitusional.
Nah, apa bentuknya rekayasa konstitusional tadi, untuk membatasi semua calon presiden bukan berarti dengan begini semua partai politik boleh mencalonkan. Ada nanti kita akan bicarakan, sekarang ini Kementerian Dalam Negeri tentu melakukan kajian karena itu tusinya teman-teman di sana, tetapi juga Kementerian Hukum melakukan hal yang sama. Kita juga melakukan proses kajian dan kita nanti akan paparkan kepada presiden, kepada bersama-sama dengan mendagri tentu dan juga Komisi Pemilihan Umum maupun penyelenggara pemilu yang lain.