"Umur masih kecil, menikah apa yang mereka alami? Akibatnya, mereka putus sekolah, tidak melanjutkan sekolah dan itu jelas, perempuan yang menjadi korban," kata Yohana di Diskusi Media Majalah Sindo Weekly di Millenium Hotel, Jakarta Pusat, Senin (6/8/2018).
Selain putus sekolah, yang disebut dampak-dampak lain dari pernikahan anak adalah angka kematian ibu dan anak yang meningkat.
"Angka kematian ibu yang cukup tinggi, kehamilan yang berisiko tinggi, masalah kerusakan janin dan tumbuh kembang si bayi, ukuran pinggul anak yang terlalu kecil untuk melahirkan, berat badan bayi dilahirkan rendah, stunting juga bisa terjadi. Termasuk risiko kematian ibu dan anak tadi yang cukup tinggi," tutur dia.
Lalu, bagaimana pencegahannya? Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia Indonesia Lenny N. Rosalin memaparkan, ada beberapa cara pencegahan yang saat ini dilakukan pihak KPPPA. Salah satunya adalah kampanye atau advokasi.
"Strategi kami, menembak lima target pencegahan, pertama advokasi atau kampanye pada anak-anak, kemudian lewat family atau keluarga sebagai agen perubahan yang dibentuk melalui pusat-pusat pembelajaran, serta edukasi keluarga," kata Lenny di kesempatan yang sama.
Selain itu, pihaknya juga bergerak melalui penyampaian pesan-pesan ke sekolah hingga bekerja sama dengan lingkungan atau tokoh masyarakat dan tokoh agama. Saat ini, pihaknya juga sedang menggodok Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pencegahan pernikahan anak.