JAKARTA, iNews.id - Di dunia digital kekerasan maupun pelecehan seksual bisa terjadi. Dari yang bersifat umum berupa komentar, konten seksual, menyebarkannya, hingga adanya ancaman paksaan terkait aktivitas seksual.
Pelecehan sendiri terjadi bila seseorang menjadi merasa tidak nyaman dan aman dalam konteks seksual, tubuh, jenis kelamin, gender, dan seksualitas.
“Pelecehan seksual di dunia digital memiliki spektrum tingkah laku yang luas. Perhatian dan tingkah laku yang tidak diinginkan berupa komentar, ajakan, permintaan, ancaman yang dialami di platform digital tersebut membuat seseorang merasa terancam, dieksploitasi, dipaksa, dipermalukan, didiskriminasi, dan dijadikan objek sasaran,” kata Rini Hapsari Santosa, Psikolog Klinis Dewasa saat menjadi nara sumber di webinar Literasi Digital belum lama ini.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, angka kasus kekerasan berbasis gender siber (KBGS) menurut data Komnas Perempuan mengalami peningkatan, dari 241 kasus pada tahun 2019 menjadi 940 kasus di tahun 2021. Pelecehan dan kekerasan seksual ini mengakibatkan bahaya atau penderitaan fisik maupun mental, seksual dan penghapusan kemerdekaan.
Situasi pandemi memperparah keadaan, interaksi langsung berkurang dan interaksi digital bertambah. Pandemi juga memengaruhi kesejahteraan fisik dan psikologis, karena ruang bergerak terbatas penyaluran dan pengolahan stres tidak ada. Frustasi dan stres berpotensi meningkatkan agresifitas, bisa jadi penyalurannya justru di media sosial yang akhirnya bisa saja membuat seseorang terjebak dalam pelecehan seksual di ruang digital.