Sejak 2020 fokus penanggulangan TB dinilai mulai terganggu oleh fokus seluruh dunia untuk menanggulangi pandemi Covid-19. Tentunya momentum HWG I di G20 saat yang tepat untuk mengarahkan kembali fokus negara-negara di dunia ke kasus TB yang belum tuntas.
Apalagi G20 merupakan forum ekonomi dengan anggota 19 negara dan 1 uni eropa yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar dunia saat ini.
“Tentunya kami mendukung program pemerintah dalam eliminasi TB di Indonesia. Kami juga pro-aktif memberikan masukan yang relevan dan inovatif kepada Kemenkes terkait penanggulangan TB di Indonesia. PDPI merupakan bagian dari komite ahli dalam Satgas TB Nasional, yang berperan aktif menanggulangi TB di Indonesia,” ujar dr. Fathiyah.
Dr Fathiyah mengatakan, tantangan tersendiri dalam penanganan TB di Indonesia adalah, masyarakat masih
memandang penyakit ini sebagai stigma negatif. Masih banyak masyarakat yang tidak mau memeriksakan dirinya. Bahkan walaupun ada pasien sudah terdiagnosis TB, mereka tidak mau berobat.
Dia mengimbau, masyarakat yang memiliki gejala TB, untuk segera memeriksakan diri ke dokter. Kemudian apabila terdiagnosis TB harus segera berobat. Pasien TB sangat perlu dukungan orang-orang terdekat di sekitarnya untuk terus berobat dan yang paling penting tidak putus pengobatan. Hal ini tentunya juga memerlukan pendampingan yang konsisten dari tenaga kesehatan, termasuk juga dokter.
“Dokter spesialis paru selalu melakukan tatalaksana terbaik untuk menyembuhkan pasien TB. Kedua, kita terus memperbarui ilmu pengetahuan agar bisa mengobati pasien dengan benar. Kalau misalnya ada pengobatan yang terbaru, baik untuk kasus TB sensitif maupun TB-Resisten dokter spesialis paru harus yang menjadi pertama untuk tahu,” kata dr. Fathiyah.