Padahal sebagai pencipta lagu, menurut Badai, berhak mendapatkan hak moral pencipta dan hak ekonomi atas karya yang dihasilkan dan dibawakan ulang oleh penyanyi lain.
"Nah media baik itu digital platform, televisi, radio, atau sekelas Instagram mereka enggak bisa menjelaskan hak moral pencipta. Bahkan, penggunanya sendiri kadang enggak mau menuliskan itu. Miris kan," ucapnya.
Tak hanya itu, Badai juga menyoroti mengenai masih banyaknya layanan musik digital yang tidak menyertakan nama pencipta lagu di layanan musik mereka.
Menurut dia, hal itu menjadi salah satu penyebab pendengar musik saat ini kurang menghargai jerih payah para pencipta lagu dalam menghasilkan sebuah karya yang dapat dinikmati.
"Mereka tidak pernah me-mention komposer. Mungkin Apple Music udah kali ya, tapi kalau Spotify dan Joox belum ada. That's why anak-anak sekarang nggak paham mengenai penghargaan hak moral karena digital platform ini enggak menyediakan fasilitas itu," kata Badai.
Badai pun berharap ke depannya para penyedia layanan musik digital juga dapat memberikan dukungan kepada musisi dan pencipta lagu dengan mencantumkan nama mereka.
"Harusnya di deskripsi lagu itu ditulis ya karena itu kan hak moral diatur dalam undang-undang. Jadi, lagu itu satu karya cipta. Musisi atau pencipta itu punya dua hak, yaitu hak moral dan hak ekonomi. Nah kalau hak ekonomi kan duit, kalau hak moral penulisan nama pencipta dengan benar," ucapnya.