Pakaian lahiriahnya tak bisa melindungikejelekannya. Mungkin ia akan mulia dalam pandangan manusia,tetapi tidak dalam pandangan Allah.Apakah pakaian ruhani yang dimaksud? Al-Qur’an menyebutnyasebagai pakaian taqwa ( libaasut taqwa).
Sebagaimana firmannya,“Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalahsebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahanmereka selalu ingat.” (Q.S. Al-A’raf: 26)
Ramadan adalah hari-hari dimana kita memintal benang-benangpakaian takwa itu. Hari demi hari kita memintalnya, dengan harapanpada akhir Ramadan, hari kemenangan Idul Fitri, pakaian itu telahsempurnalah sudah dan bisa kita kenakan di hari yang berbahagia itu.
Bukan untuk dipakai sekali, setelah itu dilepas kembali. Bukan. Tetapi,pakaian takwa itu seharusnya kita pakai seterusnya sampai tibakembali Ramadan berikutnya, dimana kita akan memeriksa pakaiantakwa itu kembali barangkali ada lubang, kotor, sobek dsb yang perlukita cuci, jahit dan rajut kembali.
Bagaimana kita merajutnya? Barangkali di sinilah relevannya sabdaNabi Saw., “Jika datang bulan Ramadan, maka dibuka pintu-pintusyurga, ditutup pintu-pintu neraka, dan dibelenggu semua syaitan.”( muttafaq ‘alaih ).
Semua tidak lain sebagai motivasi buat kita untuk memperbanyakamal kebaikan kita. Mumpung kesempatan itu dibuka lebar-lebar oleh Allah.
Allah sedang membuka “Big Sale”. Obral besar-besaran. Tarawih, tadarus, sadaqah, membayar zakat, menolong orang,memberi ta’jil orang berbuka puasa, menghentikan menggunjingorang. Semuanya adalah jalan-jalan kebaikan; jalan-jalan merajutpakaian takwa kita
Dalam hidup ini, setiap orang pasti dihadapkan dengan adanya pelbagai masalah. Terkadang kita mampu mengatasi, tetapi tak jarang pula merasa kesulitan, kewalahan atau bahkan gagal menghadapinya.
Nah, di saat seperti itulah muncul kesadaran bahwa diri kita ini makhluk yang memiliki keterbatasan dan kelemahan. Di saat itulah, semestinya kita kemudian ingat kepada dzat yang Maha Kuasa dan Mengatur segala sesuatu urusan dalam kehidupan ini—Dia adalah Allah Swt.
Tapi sebagai hamba yang sering hilap dan lupa, kondisi ini sudah menjadi mafhum dari Sang Khaliq, agar setiap kita menghadapi persoalan dan ujian hidup senantiasa mengadu dan meminta kepada-Nya. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat al-Baqarah (2: 186):
Ayat ini sudah cukup jelas, bahwa Allah sebenarnya begitu dekat kepada kita. Dan Dia telah menyatakan akan mengabulkan setiap permohonan hamba-Nya. Persoalannya, apakah kita mau meminta? Apakah kita yakin dengan permintaan kita? Apakah kita juga sudah menempatkan diri sebagai hamba-Nya yang setia dan menunaikan perintah-perintah-Nya? Orang yang beriman tentu saja akan menjadikan do’a sebagai salah satu jalan (wasilah) dalam meraih setiap keinginannya.
Sebab dengan do’a, kita menjadi bagian dari setiap insan yang senantiasa beriman atas kekuasaan Allah.
Dalam satu hadits, Rasulullah SAW bersabda dalam Hadist
Riwayat Abu Ya’la: “Doa adalah senjata bagi orang mukmin, dan menjadi tiang kekuatan agama, dan sebagai cahaya langit dan bumi.”
Orang yang berdoa, maka hatinya akan tentram. Jiwanya akan merasa lapang dan terang. Sebab, dia merasa telah bersandar kepada Sang Pemilik dan Penguasa Alam Semesta, yang mengatur kehidupan ini, sehingga orang yang berdo’a akan terhindar dari stress, gelisah, dan perasaan takut atau khawatir.