JAKARTA, iNews.id - Salah satu adab membaca dan membawa Al Quran adalah dalam kondisi suci atau berwudhu. Lantas, bagaimana hukum menyentuh Al Quran tanpa wudhu?
Membaca Al Quran merupakan amalan ibadah yang utama, yang mempunyai berbagai keistemawan dan kelebihan dibandingkan dengan membaca bacaan yang lain. Sesuai dengan arti Al-Qur’an secara etimologi adalah bacaan karena Al Quran diturunkan untuk dibaca.
Saat membaca Alquran, Muslim harus dalam kondisi tidak mempunyai hadas besar atau kecil dalam artian bersuci. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ كِتَابًا فَكَانَ فِيهِ لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ
Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Quran melainkan orang yang suci”. (HR. Daruquthni ).
Lantas, bagaimana hukumnya jika menyentuh Al Quran masih memiliki hadas atau tidak berwudhu? Berikut ulasannya.
Dilansir dari laman mui.or.id, mayoritas ulama berpendapat bahwa menyentuh Al Quran hukumnya harus dalam kondisi suci dari hadas besar maupun kecil. Artinya, bagi yang tidak berwudhu ataupun punya junub dilarang menyentuhnya.
Jumhur ulama berpedoman terhadap Firman Allah SWT dalam Al Quran, Surat Al Waqi'ah ayat 77-80:
إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ # لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ # تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ الواقعة: 77-80
Artinya: Sungguh itu adalah Alqur’an yang Mulia dalam sebuah kitab yang tersembunyi yang hanya disentuh oleh orang-orang yang disucikan. Sebuah wahyu dari Tuhan semesta alam, Hanya malaikat-malaikat yang disucikan yang menyentuhnya, Kitab dari sisi penguasa alam semesta. (QS. Al Waqi'ah: 77-80)
Sebagian ulama menyatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah malaikat-malaikat yang boleh menyentuh Alqur’an di Lawh Mahfudz.
Menurut Imam an-Nawawi (w. 676 H) pendapat tersebut sifatnya marjuh (pendapat yang lemah) jika dikorelasikan dengan dalil dalil yang lain.