JAKARTA, iNews.id - Haji menjadi salah satu ibadah yang termasuk rukun Islam. Oleh karena itu, umat Muslim wajib paham mengenai hal-hal terkait ibadah haji, termasuk rukun, syarat, dan hukumnya.
Selain syahadat, sholat, zakat, dan puasa, umat Muslim tentu ingin menyempurnakan rukun islam dengan ibadah haji. Namun, tidak semua Muslim diwajibkan menjalankan haji.
Muslim yang wajib menjalankan ibadah haji adalah mereka yang mampu secara materi, mental, dan fisik.
Seorang muslim harus benar-benar paham mengenai rukun, syarat, dan tata cara yang harus dipenuhi agar ibadah tersebut sah.
Seperti yang telah disinggung sedikit di atas, para Ulama sepakat bahwa ibadah haji hukumnya wajib atau fardhu ‘ain bagi yang mampu. Perintah ibadah haji termaktub dalam firman Allah subhanahu wata’ala:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلهِ
Artinya: "Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah untuk Allah," (QS al-Baqarah: 196).
Dalam surah Ali Imran, Allah juga menjanjikan orang yang mengerjakan haji akan mendapatkan banyak hikmah dan manfaat. Allah SWT berfirman:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang-orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari alam semesta.” (Ali Imran: 97).
Sampai sebagian ulama, seperti Al Hasan Al Bashri, Nafi’, Ibnu Habib Al Maliki, menganggap kafirnya orang yang tidak berhaji padahal mampu. Salah satu dalil mereka adalah riwayat dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
مَن أطاقَ الحجَّ، فلم يحُجَّ فسواءٌ عليه مات يهوديًّا أو نصرانيًّا
“Barangsiapa yang mampu berhaji namun tidak berangkat haji, maka sama saja apakah ia mati sebagai orang Yahudi atau sebagai orang Nasrani” (HR. Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, 1: 387, dishahihkan Hafizh Al Hakami dalam Ma’arijul Qabul, 2: 639).
Kendati demikian, hukum haji juga dapat bersifat sunnah. Hukum berhaji ini berlaku bagi seorang muslim yang belum baligh.
Sebab, seorang muslim yang belum baligh belum memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah apapun termasuk haji.
Hukum sunnah berlaku juga bagi seseorang yang telah melakukan haji sebelumnya. Sebab, kewajiban haji pada dasarnya hanya satu kali.
Selain itu, ada juga hukum makruh atau lebih baik tidak dilakukan. Seorang muslim bisa dikenakan hukum makruh ini misalnya adalah wanita yang telah menikah dan pergi berhaji tanpa izin suami.
Bagi yang sudah berhaji beberapa kali dan ingin melakukannya lagi, sedangkan situasi di sekitarnya masih tidak merdeka, maka hukumnya juga makruh.
Terakhir, haji juga hukumnya bisa jadi haram yang artinya ini tidak boleh dilakukan dan bila dilakukan akan menimbulkan dosa.
Sekalipun berhaji melibatkan itikad baik untuk menyempurnakan ibadah, ada beberapa hal yang bisa membuat hukum haji menjadi haram.
Misalnya saja jika seseorang yang pergi berhaji dengan maksud yang tidak baik.
Maksud dari ‘tidak baik’ seperti halnya pada seseorang yang pergi berhaji untuk melancarkan niat buruk menjarah harta para calon haji lainnya, maka ini hukumnya haram. Wallahualam bisawab.
Syarat wajib haji sebenarnya ada lima. Adapun beberapa syaratnya antara lain adalah sebagai berikut ini:
Beragama islam adalah syarat wajib pertama seseorang dalam melaksanakan ibadah haji. Terlebih, ibadah haji merupakan bagian dari rukun islam tepatnya rukun islam kelima.
Syarat Haji yang kedua adalah seseorang harus sudah baligh. Dalam hal ini, artinya seorang muslim sudah bisa membedakan mana yang baik atau benar dan yang tidak.
Selain itu, harus berakal sehat sehingga akan bisa mengikuti ketentuan dan panduan pelaksanaan ibadah haji.
Syarat wajib haji berikutnya adalah merdeka, atau bukan hamba sahaya. Artinya, seseorang tidak sedang menjadi budak atau hamba sahaya.
Sebagai rukun islam kelima, ibadah haji diwajibkan bagi setiap muslim yang mampu. Baik secara materi, mental, hati, pengetahuan, hingga keamanan. Secara materi atau finansial, harta yang dipakai juga harus halal dan jangan sampai berasal dari sumber yang batil.
Ihram adalah kondisi suci yang menandai dimulainya haji untuk para jamaah. Ihram dimulai dengan nat dan mengenakan pakaian serba putih sebagai lambang kesucian.
Muslim laki-laki diharuskan memakai dua kain putih di mana yang satunya dililitkan di pinggang sampai ke bawah lutut dan yang satuu lagi disampirkan di bahu kiri. Untuk Muslimah, bisa menggunakan pakaian biasa yang menutup aurat, tetapi bagian wajah dan tangan tidak boleh tertutup.
Saat ihram, ada beberapa larangan antara lain seperti tidak boleh memotong kuku, memakai parfum, mencukur rambut di bagian tubuh manapun, melakukan jima, membunuh hewan, memakai penutup kepala bagi jamaah laki-laki dan menutup wajah dan tangan bagi jamaah perempuan.
Wukuf adalah prosesi berdiam diri. Tidak hanya berdiam kosong, tetapi ketika masa wukuf hendaknya selalu berzikir dan berdoa di Padang Arafah. Waktu wukuf bisa dilakukan sejak matahari terbenam sampai matahari terbit. Wukuf dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai 10 Dzulhijjah.
Tawaf adalah ritual yang dikerjakan dengan cara berjalan mengelilingi ka’bah berlawanan arah jarum jam. Saat telah tiba di Masjidil haram, jamaah haji harus melakukan tawaf kedatangan. Selama tawaf, para jamaaah dapat bisa mencium atau menyentuh Hajar Aswad.
Apabila jamaah tidak bisa mencium atau menyentuh Hajar Aswad karena kerumunan, maka bisa cukup menunjuk batu dengan tangan mereka.
Setelah melakukan Tawaf, selanjutnya adalah melakukan sa’i atau berlari-lari kecil atau berjalan di antara bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali.