Maka sebagaimana diterangkan oleh para ahli tafsir, hakikat Sidratul Muntaha ialah lambang kebijaksanaan tertinggi dan terakhir yang dapat dicapai seorang manusia pilihan, yang tidak teratasi lagi, karena tidak ada kebijaksanaan yang lebih tinggi dari itu.
Jadi jika Nabi SAW telah sampai ke Sidratul Muntahaa, artinya ialah Nabi SAW telah mencapai kebijaksanaan atau wisdom yang tertinggi yang pernah dikaruniakan Tuhan kepada hamba atau makhluk-Nya. Nabi pun menerangkan bahwa di balik pohon Sidrah itu ada misteri yang hanya Allah yang tahu.
Makna simbolik lain pohon Sidrah adalah kerindangan dan keteduhan, jadi melambangkan kedamaian dan ketenangan. Dalam Kitab Suci terdapat keterangan bahwa kelak di akhirat tempat kediaman orang-orang yang baik, yang disebut sebagai “Golongan Kanan” (dalam arti Qur’ani, yaitu ashhaabul-yamiin) ialah kediaman yang antara lain mempunyai pohon Sidrah yang berbuah lebat (Q 56:28).
Dalam sebuah hadits Sahih Muslim diriwayatkan Nabi SAW dibawa naik oleh Jibril As ke Sidratul Muntaha untuk menghadap Allah SWT. Saat tiba di Sidratul Muntaha, Nabi SAW melihat daun-daunnya seperti daun telinga gajah besarnya, dan buah-buahannya seperti gentong besarnya.
Tatkala Sidratul Muntaha itu dipengaruhi oleh perintah Allah yang mencakup kesemuanya, maka berubahlah bentuknya. Pada saat itu tiada seorang pun dari makhluk Allah SWT yang mampu menggambarkan keindahannya.