Berprasangka baik kepada Allah SWT itu sangat penting, karena Allah SWT sendiri yang menegaskan bahwa perlakuan-Nya kepada kita itu justru sangat bergantung dari apa yang kita sangkakan kepada-Nya. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi berikut ini:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي فَلْيَظُنَّ بِي مَا شَاءَ.
“Aku (Allah) sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku, karnanya hendaklah ia berprasangka semaunya kepada-Ku.”
Kalau berprasangka buruk, maka akan mengalami keburukan. Sebaliknya, kalau berprasangka baik, tentu Allah SWT pun akan memberikan yang terbaik.
2. Optimis dan Berkata Baik
Yang kedua, tetap wajib bersikap optimistik dalam menghadapinya dan berucap kata-kata yang baik. Hal ini sebagaimana diajarkan oleh Nabi saw dalam hadits dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu.
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ: الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ
Tidaklah penyakit menular tanpa izin Allah dan tidak ada pengaruh dikarenakan seekor burung, tetapi yang mengagumkanku ialah al-Fa'lu (optimisme), yaitu kalimah hasanah atau kalimat thayyibah (kata-kata yang baik). (HR. Bukhari Muslim)
Para ahli medis mengatakan bahwa salah satu faktor yang memicu penyembuhan para pasien korban Covid-19 adalah mentalitas yang optimistis serta tidak stres. Yang dibicarakan bukan angka-angka korban kematian, melainkan angka-angka kesembuhan.
Selain itu Rasulullah SAW juga melarang untuk berbicara yang tidak baik. Kalau tidak bisa membicarakan yang baik-baik saja, maka sebaiknya diam saja.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam. (HR. Bukhari Muslim)
3. Kewajiban Menghindari Wabah
Hal pertama yang mesti dilakukan seorang muslim dalam menghadapi wabah penyakit setelah ia menata akidahnya adalah berikhtiyar semaksimal mungkin untuk menghindarinya.