Tentara Arakan adalah kelompok pemberontak yang memerangi militer Myanmar di barat laut negara itu dengan tujuan untuk memperoleh lebih banyak otonomi bagi penganut Buddha etnik Rakhine. Kedua belah pihak kerap saling lempar tuduhan soal pelanggaran HAM dalam perang saudara yang berkecamuk di Rakhine, di mana operasi militer terhadap Rohingya terjadi tiga tahun lalu.
Tentara Arakan menolak klaim militer Myanmar itu. Kepada AFP, kelompok milian mengatakan pada Kamis ini bahwa kedua tentara itu telah melarikan diri dari mereka. “Jadi, mereka secara sukarela mengakui tentang kejahatan perang yang dilakukan oleh militer Myanmar,” kata Juru Bicara Tentara Arakan, Khine Thu Kha.
Dia menyatakan, para pembelot Myanmar lainnya telah memberikan kesaksian serupa. Pengakuan itu pun telah mereka unggah secara daring dalam beberapa bulan terakhir.
AFP tidak dapat memverifikasi video atau pernyataan tersebut secara independen. Akan tetapi, Fortify Rights menyatakan, analisis tentang pengakuan Myo Win Tun dan Zaw Naing Tun, diterbitkan hanya setelah mereka betul-betul yakin bahwa kedua tentara itu bersaksi tidak di bawah tekanan siapa pun.
LSM itu mengatakan, kedua tentara Myanmar itu muncul di perbatasan Bangladesh-Myanmar dan meminta perlindungan. Sejak itu, mereka dibawa ke Den Haag, Belanda—kota tempat kedudukan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang tengah menyelidiki kekejaman militer Myanmar terhadap Rohingya.
ICC menyatakan, Myo Win Tun dan Zaw Naing Tun tidak dalam tahanan.