NEW YORK, iNews.id - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendorong Amerika Serikat untuk mempertimbangkan kembali keputusannya memasok Ukraina dengan bom klaster. Bom itu dinilai dapat membahayakan warga sipil bahkan puluhan tahun setelah berakhirnya konflik tersebut.
"Saya dengan hormat mendesak Pemerintah Yang Mulia Anda untuk mempertimbangkan kembali keputusan untuk mentransfer ranjau klaster dan menghentikan rencana apa pun terkait pelaksanaan keputusan tersebut," tulis utusan PBB Alice Jill Edwards ke pemerintah AS, seperti dilansir dari Reuters, Kamis (21/9/2023).
Penerbitan surat tersebut bertanggal 14 Juli, datang beberapa hari setelah pejabat AS mengatakan setuju dengan pengiriman bom klaster untuk memerangi Rusia.
Bom itu dilarang oleh 100 negara. Namun, Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat tidak menandatangani Konvensi tentang Ranjau Klaster, yang melarang produksi, penumpukan, penggunaan, dan transfer senjata tersebut.
Umumnya, senjata ini melepaskan sejumlah besar bom kecil yang dapat membunuh secara sembarangan di area luas. Mereka yang gagal meledak merupakan bahaya yang berkelanjutan setelah konflik berakhir.
"Wanita, anak-anak, dan kaum lanjut usia memiliki risiko paling tinggi untuk tewas dalam serangan sembarangan terhadap populasi sipil," kata Edwards dalam pernyataan yang menyertai suratnya.
"Dengan ranjau klaster, ini merupakan ancaman yang berlanjut karena seringkali mereka gagal meledak sesuai yang diharapkan saat menghantam dan dapat tetap berbahaya selama puluhan tahun," ujarnya.