"Kami mendukung penghapusan hukuman mati," kata Gunawardana, kepada AFP.
"Tidak ada perubahan dalam kebijakan itu dalam keadaan apa pun."
Dia mencatat, presiden awalnya menyalahkan kelompok radikal Islam atas serangan 21 April, kemudian kartel obat bius internasional, dan kini menuduh teroris yang tidak disebutkan namanya.
"Dalam keinginannya untuk melakukan hukuman gantung, dia tampaknya menjadi bingung," ujar Gunawardana.
Kelompok jihadis lokal, National Thowheeth Jama'ath (NTJ), dianggap secara luas sebagai yang bertanggung jawab atas pengeboman bunuh diri gereja dan hotel yang menewaskan sedikitnya 258 orang pada April. Lebih dari 100 laki-laki dan perempuan juga sudah ditangkap.
Setidaknya 45 orang asing termasuk di antara mereka yang tewas, sementara hampir 500 orang terluka.
Sirisena pada Senin lalu menuduh sindikat narkoba internasional mengatur serangan itu.
Pernyataannya itu memicu perdebatan sengit tentang memberkakukan lagi hukuman mati bagi pelanggar narkoba saat dia memimpin tindakan keras nasional terhadap narkotika.
Pengadilan-pengadilan Sri Lanka secara rutin menjatuhkan hukuman mati kepada para pengedar narkoba, pembunuh, dan pemerkosa. Namun hukuam itu mereka secara otomatis diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup.
Mahkamah Agung Sri Lanka awal bulan ini menangguhkan langkah Sirisena untuk menggantung empat penyelundup narkoba.