JAKARTA, iNews.id - Agen Mossad Israel menembak mati Ahmed Bouchikhi, seorang pelayan kafe berkewarganegaraan Maroko. Tragis, Bouchiki ternyata bukan target yang selama ini mereka cari.
Serangan salah sasaran itu tak akan pernah dilupakan. Sejarah mencatatnya sebagai tragedi The Lillehammer Affair yang terjadi pada 21 Juli 1973. Tepat hari ini, 48 tahun silam.
“Penembakan Ahmed Bouchiki terjadi saat Operasi Wrath of God yang digerakkan oleh Perdana Menteri Golda Meir. Operasi ini diluncurkan setelah serangan teror terhadap Tim Israel di Olimpiade Munich pada musim panas sebelumnya,” kata David B Green, jurnalis Haaretz, dikutip Rabu (21/7/2021).
Mengejar Black September
Kisah bermula ketika atlet Israel datang ke Munich untuk mengikuti Olimpiade 1972. Pada 4 September malam, kelompok Black September yang belakangan diidentifikasi sebagai orang-orang Palestina menculik 11 atlet Israel.
Operasi penyelamatan sandera gagal total. Pada 5 September 1972, sebuah tindakan gegabah dari kepolisian Jerman Barat memicu baku tembak. Seluruh sandera alias 11 atlet Israel tewas. Begitu juga tiga anggota Black September dan seorang polisi Jerman menemui ajal.
Kelak peristiwa ini memicu Jerman untuk melahirkan satuan elite antiteror GSG-9. Di satuan ini pula dua prajurit terbaik Kopassandha (kini Kopassus) yakni Luhut Binsar Pandjaitan dan Prabowo Subianto menimba ilmu.
Israel menggelar Operasi Wrath of God sebagai balas dendam atas tragedi kelam bagi negara Yahudi tersebut. Sasaran mereka jelas: Kelompok Black September.
Salah satu pentolan diidentifikasi sebagai Ali Hassan Salameh, komandan Pasukan 17 Palestina yang juga dikenal sebagai Pangeran Merah. Namun kesalahan informasi intelijen membuat Salameh lolos dari maut, ketika itu. Bagaimana bisa?