“Salah satu poin penting RUU Perkoperasian adalah menghalau para renterir yang berkedok koperasi dan berlindung dalam topeng ekonomi kerakyatan. Padahal, praktiknya mereka penghisap darah rakyat yang memberikan pinjaman dengan bunga tinggi,” ucapnya.
“Jika koperasi rentenir ini tak segera menghentikan praktiknya, mereka bisa terkena pidana. Pembersihan koperasi seperti ini perlu dilakukan agar rakyat tak menjadi korban, sehingga koperasi yang ada nantinya betul-betul sesuai jati diri Indonesia berasaskan kekeluargaan dan demokrasi ekonomi,” tutur Bamsoet.
Dia mengungkapkan, data Kementerian Koperasi dan UKM mencatat jumlah koperasi aktif di Indonesia hingga akhir 2018 mencapai 138.140 unit. Kontribusi mereka terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) juga meningkat. Pada 2017, kontribusi koperasi terhadap PDB Indonesia tercatat 4,48 persen atau setara Rp452 trilun, sedangkan di akhir 2018 mencapai 5,1 persen atau setara Rp753,84 triliun.
“Jika RUU Perkoperasian bisa disahkan, koperasi akan semakin kuat dan sehat. Diharapkan di tahun mendatang bisa menyumbang dua digit terhadap PDB. Sebagaimana di Singapura yang mencapai 10 persen terhadap PDB, Selandia Baru 20 persen, Prancis dan Belanda sebesar 18 persen,” ujar Bamsoet.