Kasus bermula dari laporan Rudy Ahmad Syafei Harahap ke Polda Jatim pada 13 September 2024. Laporan tersebut menyangkut dugaan pemalsuan surat dan penggelapan dana perusahaan.
Setelah serangkaian pemeriksaan, termasuk permintaan dokumen, Ditreskrimum Polda Jatim menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dan menetapkan dua orang sebagai tersangka yakni Dahlan Iskan dan Nany Wijaya.
Dokumen penetapan tersangka itu ditandatangani oleh AKBP Arief Vidy, Kasubdit I Ditreskrimum, pada 7 Juli 2025.
Kuasa hukum Dahlan Iskan Johanes Dipa, menyayangkan penetapan tersangka tersebut. Dia menyebut kliennya bukanlah pihak yang dilaporkan dalam kasus ini.
“Kaget kenapa jadi tersangka. Klien kami bukan terlapor. Terlapor hanya NW,” kata Dipa, Selasa (8/7/2025).
Dia juga mempertanyakan alasan penetapan tersangka dilakukan ketika sengketa keperdataan masih berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya.
“Jangan-jangan ini karena masalah gugatan PKPU,” ujarnya, merujuk pada langkah hukum Dahlan yang mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Jawa Pos.
Kembali ke dalam tulisannya, Dahlan mengungkap bahwa kepemilikan saham Nyata berbeda dengan Jawa Pos. Dia menilai konflik ini sebagai kesalahpahaman pimpinan Jawa Pos saat ini yang tidak mengetahui sejarah perusahaan.
“Saya tegaskan tidak semua media yang saya pimpin adalah milik Jawa Pos,” ujarnya.