Kejaksaan RI mengalami berbagai perkembangan dan dinamika secara terus menerus sesuai dengan kurun waktu dan perubahan sistem pemerintahan. Pada masa Reformasi, Undang-undang tentang Kejaksaan mengalami perubahan, yakni dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991. Kehadiran undang-undang ini disambut gembira banyak pihak lantaran dianggap sebagai peneguhan eksistensi Kejaksaan yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, maupun pihak lainnya.
Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa “Kejaksaan RI adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang”.
Kejaksaan mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum, karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana.
Mengacu pada UU tersebut, maka pelaksanaan kekuasaan negara yang diemban oleh Kejaksaan, harus dilaksanakan secara merdeka. Penegasan ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 16 Tahun 2004, bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara merdeka. Artinya, bahwa dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi jaksa dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Itulah sejarah singkat Kejaksaan dari Masa Kerajaan Majapahit hingga Reformasi.