Pada 21-22 Oktober 1945 diadakan pertemuan di Kantor Nahdlatul Ulama (NU), Surabaya, untuk menyikapi tindakan tentara NICA dan Inggris yang melanggar kedaulatan negara dan agama Islam. Pertemuan dipimpin KH Abdul Wahab Hasbullah dan dihadiri para konsul NU se-Jawa dan Madura serta Panglima Hizbullah, Zainul Arifin.
Pada 22 Oktober 1945 dikeluarkan “Resolusi Jihad” yang disampaikan Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari kepada pemerintah dan umat Islam Indonesia untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Menurut Martin van Bruinessen (1999), NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru, Resolusi Jihad merupakan pengakuan legitimasi bagi Pemerintah Indonesia yang baru diproklamasikan, tapi sekaligus juga kritik atas sikap ragu-ragu pemerintah yang masih menahan diri untuk melakukan perlawanan dengan berharap penyelesaian secara diplomatik.
Ketika Jepang kalah perang, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Menurut Martin, saat itu “NU mengakui para pemimpin republik sebagai pemimpin yang sah dan muslim lagi.”
Dalam Muktamar pertama NU pada Maret 1946 kembali ditegaskan tentang kewajiban menurut agama untuk ikut serta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.