Sejauh ini 102 anak yang dianggap radikal telah datang ke sekolah ini. Sebagian besar dari mereka kini telah kembali ke komunitas mereka setelah mengalami pemulihan.
"Dengan kepercayaan ini, mereka mulai membuka diri, menuangkan hati mereka dan mengungkapkan masalah mereka kepada pekerja sosial," kata Neneng.
Setelah kepercayaan terbentuk, anak-anak didorong untuk mendengarkan musik, bermain game dan berteman, kegiatan yang sering ditolak oleh keluarga mereka.
"Kami mengajari mereka fakta tentang Indonesia, yang terdiri atas banyak suku, banyak agama, kita harus menolerir orang lain meskipun agama mereka berbeda. Kita tidak bisa memaksa kehendak kita ke orang lain," timpal Sri.
Neneng menganggap fakta dari banyaknya guru di sekolah itu merupakan perempuan sebagai kebetulan yang menguntungkan. Ini karena anak-anak melihat mereka sebagai figur keibuan.