Lebih lanjut menurut Rusmadi Murad, sifat permasalahan sengketa tanah ada beberapa macam, yaitu :
1. Masalah atau persoalan yang menyangkut prioritas untuk dapat diterapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak, atau atas tanah yang belum ada haknya.
2. Bantahan terhadap suatu alas hak/bukti perolehan yang digunakan sebagai dasar pemberian hak (perdata).
3. Kekeliruan atau kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang atau tidak benar.
4. Sengketa atau masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis/bersifat strategis.
Menurut Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, Pasal 1 butir 1: Sengketa Pertanahan adalah perbedaan pendapat mengenai, keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, dan pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihannya serta penerbitan bukti haknya, antara pihak yang berkepentingan maupun antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan instansi di lingkungan Badan Pertanahan Nasional.
Penyelesaian kasus sengketa tanah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan.
Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa kasus pertanahan adalah sengketa, konflik, atau perkara tanah yang disampaikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, kantor pertanahan sesuai kewenangannya untuk mendapatkan penanganan dan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.