Indra menduga miras oplosan yang dikonsumsi para korban—baik yang di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Depok, maupun Bekasi—berasal dari satu penjual berinisial RS. Tersangka RS telah dibekuk polisi pada Selasa 3 April 2018 di Jalan Haji Shibi, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Peredaran miras oplosan di Indonesia memang kian memprihatinkan. Setiap tahun, minuman beralkohol itu memakan korban tanpa pandang umur. Yang lebih bikin miris lagi, korban tewas akibat miras oplosan juga berasal dari kalangan remaja. Seperti kasus yang terjadi di Depok, misalnya. Semua korban meninggal yang tercatat di sana pada awal April lalu berusia antara 17–18 tahun.
Dari waktu ke waktu, peminat alkohol remaja di Indonesia semakin meningkat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar menemukan pada 2007, jumlah remaja pengonsumsi alkohol berada di angka 4,9 persen. Pada 2014, angka tersebut meningkat menjadi 23 persen dari total 63 juta remaja Indoensia saat ini.
Pemberlakukan kebijakan larangan peredaran minuman beralkohol di minimarket tak serta-merta mampu mencegah penyalahgunaan alkohol di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Faktanya, bahan baku alkohol yang mudah dan murah didapat, serta tersebarnya penyedia miras oplosan berkedok warung membuat minuman beracun itu gampang dibeli.
Menurut informasi yang dihimpun iNews.id, harga satu botol atau satu kantung plastik miras ginseng dibanderol hanya Rp20.000 oleh penjualnya. Sementara, jika dibandingkan dengan minuman beralkohol tinggi (kadar 40 persen ke atas) yang dijual di tempat-tempat resmi, harganya sangatlah mahal yaitu bisa ratusan ribu bahkan jutaan rupiah per botol.