Hak cipta adalah hak yang lahir dengan prinsip deklaratif, artinya perlindungan diperoleh secara otomatis ketika sebuah karya sudah jadi/sudah terbentuk dan dilakukan pengumuman oleh pencipta. Bentukan hak cipta merupakan karya yang masuk ruang lingkup ilmu pengetahuan, seni dan/atau sastra, bisa berupa buku, lagu, koreografi tarian, karya arsitektur, permaian video dan masih banyak lagi yang disebut dalam pasal 40 (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC).
Jadi, lahirnya hak cipta sebagai syarat untuk mendapat perlindungan sesuai UU yang berlaku tidak perlu didaftarkan. Di Indonesia melalui DJKI hanya mengeluarkan sertifikat Pencatatan Hak Cipta yang merupakan pembuktian kebenaran seseorang sebagai pencipta suatu karya. Sifatnya hanya untuk mencatatkan, bukan mendaftarkan yang melahirkan hak. Tetapi banyak negara yang tidak mengatur pencatatan hak cipta seperti Indonesia. Karena sistem perlindungan deklaratif, maka tidak memerlukan formalitas untuk memulai perlindungan.
Perlindungan berlaku di negara-negara yang merupakan anggota Berne Convention. Mekanisme perlindungan HKI secara internasional tergantung bagian HKI yang akan dilindungi. Untuk Paten melalui PCT seperti yang sudah dibahas di awal, untuk merek melalui Madrid Protocol System yang telah diratifikasi oleh Indonesia sejak tahun 2016.
Dengan Madrid Protocol System ini, perlindungan merek dapat dilakukan dari Indonesia ke negara-negara yang dituju yang merupakan anggota Madrid Protocol. Untuk perlindungan merek internasional, merek tersebut harus dilindungi terlebih dahulu di Indonesia baru dapat dilindungi secara internasional.
Untuk bagian-bagian HKI lainnya juga mendapatkan perlindungan secara internasional di negara-negara yang sudah meratifikasi WTO agreement.