"Kami memiliki memiliki kewenangan dalam melakukan penghentian sementara transaksi selama 20 hari kerja dan selanjutnya berkoordinasi serta melaporkan kepada penegak hukum terhadap transaksi mencurigakan dalam nominal besar terkait dengan investasi yang diduga ilegal," tutur Ivan Yustivandana.
Dia menekankan pelaporan yang disampaikan oleh pihak pelapor (Penyedia Jasa Keuangan dan Penyedia Barang dan Jasa) ke PPATK juga dimaksudkan untuk menjaga Pihak Pelapor dari risiko hukum dan reputasi agar mencegah dijadikan sarana dan sasaran oleh pelaku kejahatan untuk mencuci hasil tindak pidana.
Pihak Pelapor dan Profesi terdiri atas Penyedia Jasa Keuangan dan Penyedia Barang dan Jasa. Penyedia jasa keuangan mencakup bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi, pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, dan penyedia jasa keuangan lainnya.
Sementara itu, penyedia barang dan jasa terdiri atas perusahaan/agen properti, pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata dan perhiasan/logam mulia, pedagang barang seni dan antik, dan balai lelang.
"Dalam Pasal 29 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang disebutkan secara tegas bahwa Pihak Pelapor tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan kewajiban pelaporan kepada PPATK," tutur Ivan Yustivandana.
PPATK terus berkomitmen dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) maupun pencegahan dan pemberantasan TPPU dari hasil kejahatan lingkungan atau Green Financial Crime (GFC).