Kita harus mengapresiasi semua pihak yang mengajukan gugatan karena telah memilih jalan konstitusional untuk menyelesaikan persoalan hukum. Memilih untuk menyelesaikan perkara ke MK dan menghindar dari “peradilan jalanan” merupakan aktualisasi kesadaran bernegara hukum serta perwujudan mental yang “sehat” dalam berdemokrasi.
Pengawal Demokrasi
Dalam kaitannya dengan PHPU ini MK akan berfungsi sekaligus berperan sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution), pengawal demokrasi (the guardian of democracy), serta pelindung hak konstitusional warga negara (the protector of citizen's constitutional rights). Dengan tiga peran penting tersebut, semua pihak harus ikut mengawal kredibilitas MK. Di sisi lain, profesionalitas para tim hukum KPU, Bawaslu, serta tiap peserta pemilu diharapkan juga ikut untuk membangun narasi serta pandangan-pandangan positif terhadap MK.
Perlu digarisbawahi bahwa pertarungan politik bagaimanapun harus diakhiri dengan cara membawa pertarungan tersebut ke arena hukum dalam hal ini MK. Stephen A Siegel dalam tulisannya “The Conscientious Congressman's Guide to the Electoral Count Act of 1887” menyatakan bahwa permasalahan penghitungan suara dalam pemilu merupakan aktivitas tertua di antara permasalahan paling tua lainnya dalam hukum tata negara.
Itu artinya masalah perhitungan suara adalah masalah hukum dan harus diselesaikan secara hukum. Hal ini dikuatkan dengan dasar hukum Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945, UU Pemilu, serta UU Mahkamah Konstitusi.
Dua Tantangan
Dalam menyelesaikan PHPU, MK akan diuji kredibilitasnya. Setidaknya ada dua tantangan yang terkait dengan kredibilitas. Tantangan pertama adalah mewujudkan independensi dan imparsialitas dalam diri hakim MK.