Allan Fatchan Gani Wardhana
Direktur PSHK UII; Dosen Fakultas Hukum UII; Kepala Bidang Hukum HICON Law & Policy Strategies.
SEGERA setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil pemilihan umum (presiden dan legislatif), lembaga tersebut memberi ruang bagi para peserta pemilu yang tidak menerima hasil penetapan untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Informasi terakhir, tercatat ada 1 gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pemilihan presiden (pilpres) dan 329 gugatan PHPU pemilihan anggota legislatif (pileg) dengan perincian, 318 permohonan sengketa DPR/DPRD dan 11 permohonan sengketa DPD.
Yang menarik, jumlah sengketa pileg yang diajukan ke MK menurun bila dibandingkan dengan 2014. Pada Pemilu 2014, jumlah permohonan sengketa pileg mencapai 903 dan dari jumlah tersebut, 34 di antaranya diajukan calon anggota DPD.
Dalam sengketa pileg DPR/DPRD, hampir semua partai politik mengajukan gugatan ke MK. Partai tersebut yakni PDIP Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, Partai Berkarya, Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Hanura, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Persatuan Pembangunan (PBB), Partai NasDem, dan partai-partai lokal Aceh.
Berdasarkan jadwal dan tahapan PHPU yang dirilis oleh MK, tahapan PHPU pilpres berlangsung mulai 11 Juni sampai dengan 28 Juni. Adapun PHPU pileg dijadwalkan setelahnya, yaitu mulai 1 Juli sampai dengan 9 Agustus. Dengan gugatan yang banyak dan tenggat waktu untuk menyelesaikan PHPU sangat terbatas, kini semua mata tertuju dan akan menyorot MK yang menurut konstitusi merupakan satu-satunya pengadilan ketatanegaraan yang legal untuk menyelesaikan serta memutus PHPU.