“Mungkin ya, saya hanya memandang dari sisi masyarakat sendiri ‘oh mesinnya nanti di-scrap (dihancurkan)’ di situ masih ada. Biayanya masih mahal menurut saya meskipun sudah diinsentifkan tapi prosesnya tidak mudah,” kata Hari.
Faktor lain adalah infrastruktur kendaraan listrik di Indonesia belum memadai seperti kendaraan konvensional. Masyarakat masih meragukan daya tempuh dan waktu pengisian baterai yang cukup lama.
“Tempatnya terbatas. Problemnya sama persis dengan EV yang baru. Adoption-nya harus bisa memberikan itu tadi, bisa dipakai kapan saja dan kemana saja,” ucap Hari.