Tantangan budidaya kakao di Pinrang
Andi Sitti Asmayanti selaku Director Sustainability South East Asia dari Mondelez International mengatakan, terdapat sejumlah permasalahan utama yang tengah dihadapi para petani kakao di Kabupaten Pinrang.
Beberapa di antaranya seperti permasalahan kesuburan tanah, pohon menua, hingga proses budidaya yang belum mengadopsi nilai-nilai berkelanjutan (sustainable).
"Ditambah lagi adanya perubahan iklim yang juga menurunkan produktivitas. Selain itu masih ada praktik deforestasi yang justru menambah kerusakan iklim itu sendiri," kata Yangi saat konferensi pers Anniversary 10 Tahun Cocoa Life di Pinrang, Sulawesi Selatan, Selasa 20 September 2022 .
Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, Cocoa Life mencetuskan teknik budidaya yang disebut dengan istilah Good Agricultural Practices (GAP). Dalam GAP, para petani tidak hanya diedukasi melakukan budidaya yang berkelanjutan saja, namun ada juga pelatihan-pelatihan lain yang dapat menunjang kesejahteraan mereka.
Misalnya, program Village Savings and Loans Association (VSLA) alias investasi pinjam, pemberdayaan komunitas berbasis pendekatan Community Action Plans (CAP), serta menyediakan program khusus untuk para petani perempuan sebagai reaksi dari permasalahan keseteraan gender di industri pertanian.
"Program ini telah berhasil memberdayakan lebih dari 2.400 komunitas dengan memprioritaskan investasi di infrastruktur sekolah, air dan kesehatan/sanitasi," kata Yanti.
Lebih lanjut mengenai pertanian kakao di Indonesia berdasarkan data International Cocoa Organization (ICCO) 2022, tercatat Indonesia termasuk ke dalam 10 negara penghasil kakao terbesar dunia dan menjadi yang terbesar di Asia.
“Dan saat ini kami telah berhasil memberdayakan lebih dari 40.000 petani, dan menjangkau lebih dari 68.000 anggota komunitas kakao di wilayah Sumatera Barat, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara,” ujar Yanti.