Salah satu rumah yang tak boleh dilewatkan saat mengunjungi Al Shindagha Museum adalah Perfume House. Di sini, indra penciuman kami dimanjakan dengan berbagai aroma parfum yang berperan penting dalam budaya Arab.
Pemandu kami Amnaa menjelaskan bahan-bahan parfum legendaris seperti oud yang berasal dari pohon gaharu, termasuk yang tumbuh di Indonesia, dan ambergris dari muntahan ikan paus. Lalu, parfum dari mawar taif yang berasal dari Kota Thaidf di Arab Saudi, musk dari kelenjar perut rusa jantan yang tidak bertanduk, dan saffron dari bunga Crocus sativus.
Yang menarik, kami bisa mencium langsung aromanya. Cukup dekatkan hidung ke alat interaktif yang disediakan, tekan tombol, dan wangi aroma oud hingga saffron pun akan tercium di hidung.
Pengunjung juga bisa melihat bagaimana orang Dubai meracik parfum menggunakan teknik kuno yang diwariskan turun-temurun hingga saat ini. Amnaa mengatakan, parfum tidak hanya digunakan sebagai kosmetik oleh masyarakat Emirati, tetapi juga bagian dari ritual spiritual dan sosial di masyarakat Emirati.
Oh ya, The Perfume House ini dulunya adalah kediaman Sheikha Shaikha Bint Saeed Al Maktoum, ahli parfum ternama. Dia juga bibi dari Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, Emir Dubai saat ini.
Selain dua paviliun utama tadi, Al Shindagha Museum punya 20 paviliun lain dengan kisahnya sendiri yang unik mengenai sejarah Dubai. Di Traditional Crafts Pavilion dan Traditional Jewellery misalnya, kami dapat melihat berbagai hasil tenun dan bordir tradisional, keramik, dan perhiasan tradisional yang cantik. Ada pula Children’s Pavilion dengan koleksi permainan tradisional anak-anak Dubai. Beberapa sama dan akrab dengan Indonesia, seperti kelereng dan gasing.
Di museum ini, terdapat pula Al Maktoum Residence, rumah keluarga Al Maktoum yang berkuasa dan dinasti kerajaan yang selama beberapa generasi telah mengubah Dubai dari kota kecil menjadi kota metropolitan yang mendunia. Paviliun dengan rumah-rumah di dalamnya juga mengangkat tema unik dan menarik untuk dijelajahi.