Presidensi G20 Indonesia Jalur Keuangan Jawab 5 Isu Strategis Global, Simak Detailnya!
NUSA DUA, iNews.id - Presidensi G20 Indonesia Jalur Keuangan terus mendorong pemulihan ekonomi yang lebih kuat dengan merespons lima isu strategis global.
Lima isu strategis global yang dihadapi oleh otoritas pengambil kebijakan di dunia saat ini, pertama, bagaimana mengatasi isu kesehatan akibat pandemi covid dan ketahanan pangan yang disebabkan gangguan pasokan. Kedua, bagaimana mengintegrasikan berbagai kebijakan makroekonomi menjadi bauran kebijakan yang efektif.
Ketiga, bagaimana menerapkan bauran kebijakan tersebut untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta memperkuat pemulihan ekonomi. Keempat, bagaimana CBDC dapat dirancang sehingga dapat memfasilitasi konektivitas pembayaran lintas negara namun tetap menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan, lebih lanjut meramu mitigasi dampak negatif dari asset kripto terhadap stabilitas sistem keuangan melalui kerangka pengaturan dan pengawasan yang efektif. Kelima, bagaimana sinergi antara upaya transisi, termasuk dukungan keuangan berkelanjutan menuju net zero carbon emissions.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, kelima isu tersebut dilatarbelakangi kerentanan perekonomian global dengan tingkat inflasi yang tinggi dengan pemulihan yang lebih lemah. Perang yang tengah berlangsung di Ukraina, disertai dengan tindakan kebijakan dalam merespons perang dan kebangkitan Covid-19 di beberapa negara, telah memperpanjang gangguan rantai pasokan.
Kondisi tersebut seiring dengan meluasnya kebijakan inward looking, khususnya komoditas pangan di sejumlah negara, telah mendorong kenaikan harga komoditas internasional secara signifikan sehingga meningkatkan tekanan inflasi global. Sebagai tanggapan, beberapa negara telah memulai pengetatan kebijakan moneter yang berpotensi menghambat pemulihan ekonomi global dan meningkatkan risiko stagflasi.
Pertumbuhan ekonomi di negara-negara ekonomi utama juga diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Secara berkepanjangan, hal ini meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global sekaligus menahan aliran modal asing dan memperburuk tekanan mata uang di negara berkembang.
"Selanjutnya, dalam gala seminar yang berlangsung, dielaborasi respons terhadap kelima isu global dimaksud," katas Perry dalam Gala Seminar G-20 di Nusa Dua, Bali, Minggu (17/7/2022).
Respons pertama terkait food security dan health dibahas pembentukan sistem kolaborasi dan kerja sama global (Global Collaboration and Cooperation) untuk mengatasi tantangan kerawanan pangan (food insecurity) yang terus meningkat. Kolaborasi dan kerja sama global tersebut akan memiliki fokus pada upaya mendukung ketahanan pangan dengan memastikan keterjangkauan (affordability) dan kemudahan perolehan (accessibility) pangan, serta meningkatkan ketersediaan data untuk pupuk.
Di samping itu, disepakati pembentukan Dana Perantara Keuangan (Financial Intermediary Fund) untuk membantu memastikan pembiayaan yang memadai, berkelanjutan, dan terkoordinasi untuk tindakan pencegahan (prevention), kesiapsiagaan (preparedness), dan penanggulangan (response) terhadap pandemi di masa depan. Dana tersebut dikelola oleh World Bank dengan komitmen awal sebesar 1,1 miliar dolar AS.
Respons kedua mengulas bauran kebijakan makroekonomi, membahas upaya untuk menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan ekonomi di tengah berbagai tantangan yang dihadapi.
Pertama, fundamental makroekonomi yang kuat yang dapat dicapai melalui kebijakan fiskal, moneter, serta stabilitas keuangan yang terencana, terukur, dan terkomunikasi dengan baik. Kedua, kebijakan moneter yang pre-emptive, front-loading, dan ahead the curve. Hal ini dicapai tidak hanya melalui suku bunga, melainkan juga instrumen lainnya antara lain stabilisasi nilai tukar, pengelolaan aliran modal, serta koordinasi dengan Pemerintah.
"Ketiga, memperkuat sisi suplai melalui kebijakan sektor riil dan reformasi struktural," ujarnya.