Hakikat Qurban dalam Islam, Tidak Sebatas Wujud Ketaqwaan kepada Allah
JAKARTA, iNews.id - Hakikat qurban dalam Islam patut dipahami setiap Muslim. Sebagaimana diketahui, umat Islam di seluruh dunia merayakan Idul Adha dengan berqurban setiap tanggal 10 Dzulhijjah.
Tahun ini Idul Adha 1444 Hijriyah akan jatuh pada 28 atau 29 Juni 2023. Memotong hewan qurban telah jadi hal yang sangat dianjurkan di hari istimewa tersebut.
Berqurban bisa dimaknai sebagai bentuk sedekah kepada sesama dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal itu sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
فصل لربك وانحر
“Maka shalatlah kamu untuk Tuhanmu dan berkurbanlah!” (Qs. Al Kautsar: 2)
Lantas, bagaimana sejatinya makna hakikat berqurban dalam Islam? Berikut ini adalah ulasannya yang dirangkum iNews.id, Selasa (6/6/2023).
Menukil laman resmi Muhammadiyah, disyariatkannya qurban dalam Islam adalah bagian dari ibadah. Dalam QS. al-Hajj ayat 34-37, telah dijelaskan status dan fungsi kurban serta semangat yang harus menyertainya.
Nabi Muhammad melaksanakan qurban dengan menyembelih 2 ekor kambing, di mana 1 ekor diniatkan untuk keluarganya (Bani Hasyim) dan 1 lainnya untuk umatnya.
Menurut Hamim, pelaksanaan qurban yang dilakukan Nabi Saw ini merupakan upaya demitologisasi. Sebab, masyarakat Arab pada masa jahiliyah juga melakukan kurban, tetapi bukan untuk Allah melainkan sebagai sesaji.
Dalam ajaran Islam, hakikat kurban adalah ketundukan kepada Allah yang mengungkapkan kehendak-Nya dalam 3 ayat (qauliyah, kauniyah, dan tarikhiyah) untuk membebaskan manusia dari kerugian dan kehidupan yang kotor.
لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS:Al Hajj:37)
Selain itu, Qurban juga memiliki makna fungsi pendidikan membentuk pribadi al-mukhbitin yaitu orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam mengabdi kepada Allah sehingga rela mengorbankan harta, pikiran, tenaga dan nyawa.
Qurban juga menjadi wujud solidaritas antar manusia, khususnya umat Muslim. Tidak seperti puasa yang aspek hubungannya langsung dari individu kepada Allah (hablumminallah), qurban merupakan amalan yang juga mengandung aspek sosial hubungan antar sesama manusia (hablumminannas).
Merayakan Idul Adha dengan berkurban juga menjadi sarana meningkatkan empati dan solidaritas sesama umat islam. Hal itu diwujudkan dengan aksi dibagikannya daging kurban secara merata kepada kaum muslim.
Hadits dari Ali bin Abi Thalib,
وَعَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: { أَمَرَنِي النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنَّ أَقْوَمَ عَلَى بُدْنِهِ, وَأَنْ أُقَسِّمَ لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلالَهَا عَلَى الْمَسَاكِينِ, وَلا أُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئاً } مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ
”Rasulullah memerintahkan kepadaku untuk mengurusi hewan kurbannya, membagi-bagikan dagingnya, kulit dan pakaiannya kepada orang-orang miskin, dan aku tidak diperbolehkan memberi sesuatu apapun dari hewan kurban (sebagai upah) kepada penyembelihnya.”
Ketiga, qurban sebagai wujud meneladani Nabi Ibrahim dan Ismail. Terutama tentang kisah keikhlasannya dalam menjalankan perintah Allah. Dalam prakteknya, memperkukuh empati, kesadaran diri, ibadah ini juga erat kaitannya dengan pengendalian dan pengelolaan diri yang merupakan cikal bakal akhlak terpuji seorang muslim.