Sejarah Peringatan Malam Nisfu Syaban
Direktur Aswaja Center PWNU Jatim, KH Ma'ruf Khozin dalam buku kecil berjudul Mana Dalil Nishfu Syaban menjelaskan, beberapa ulama, misalnya al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali menyebutkan bahwa amaliyah Malam Nishfu Sya’ban pertama kali dilakukan oleh kalangan Tabiin di Syam, seperti Luqman bin Amir, Makhul dan sebagainya (Lathaif al-Ma’arif). Namun sebenarnya kalangan sahabat sudah mengetahui keagungan malam Nishfu Sya’ban, sebagaimana riwayat berikut:
Al-Waqidi berkata: “Di dalam pasukan ini bersama Abdullah bin Ja’far (bin Abdul Mutallib) ada Watsilah bin Asqa’. Kedatangan mereka ke Syam, yakni Damaskus ke daerah Abi Quds, adalah di malam Nishfu Sya’ban. Rembulan makin bersinar. Watsilah berkata: Saya berada di dekat Abdullah bin Ja’far. Ia berkata kepada saya: “Wahai putra Asqa’, betapa indahnya dan bersinarnya rembulan malam ini”. Saya berkata: “Wahai sepupu Rasulullah . Ini adalah malam Nishfu Sya’ban, malam yang diberkahi nan agung. Di malam inilah rezeki dan ajal akan dicatat.
Di malam ini pula dosa dan kejelekan akan diampuni. Saya ingin beribadah di malam ini”. Saya berkata: “Perjalanan kita di jalan Allah (perang) lebih baih dari pada beribadah di malamnya. Allah Mahaagung pemberiannya”. Abdullah bin Ja’far berkata: “Kamu benar” (al-Waqidi2 dalam Futuh asy-Syam 1/74).
Secara jelas dalam riwayat ini para sahabat sudah punya rencana untuk melakukan amaliyah di malam Nishfu Sya’ban. Namun karena para sahabat harus berperang untuk penaklukan negeri Syam, maka mereka mendahulukan Jihad.
Kendati para sahabat belum melakukannya, namun melakukan amaliyah ini bukan kategori bid’ah. Sama seperti sunah ‘azm (rencana kuat) dari Rasulullah untuk berpuasa pada hari Tasua’ (9 Muharram), namun Nabi wafat terlebih dahulu: “Sungguh jika aku masih hidup sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada hari kesembilan” (HR Muslim).
Apakah hanya 2 sahabat saja? Ternyata yang tergabung dalam pasukan tersebut terdiri atas beberapa sahabat besar: “Pasukan berkuda terdiri dari 500 orang, diantaranya adalah para sahabat yang mengikuti perang Badar. Diantara yang menyertai perjalanan Abdullah bin Ja’far adalah Abu Dzar al-Ghifari, Abdullah bin Abi Aufa, Amir bin Rabiah, Abdullah bin Anis, Abdullah bin Tsa’labah, Uqbah bin Abdillah as-Sulami, Watsilah bin Asqa’, Sahal bin Sa’d, Abdullah bin Bisyr dan Saib bin Yazid” (Futuh asy-Syam 1/72)
Awal mula peringatan Malam Nishfu Sya'ban dilakukan pertama kali oleh para Tabi'in (generasi setelah Sahabat Nabi ) di Syam Syria, seperti Khalid bin Ma'dan (perawi dalam Bukhari dan Muslim), Makhul (perawi dalam Bukhari dan Muslim), Luqman bin 'Amir (al-Hafidz Ibnu Hajar menilainya 'jujur') dan sebagainya, mereka mengagungkannya dan beribadah di malam tersebut.
Dari mereka inilah kemudian orang-orang mengambil keutamaan Nishfu Sya'ban. Ketika hal ini menjadi populer di berbagai Negara, maka para ulama berbeda-beda dalam menyikapinya, ada yang menerima diantaranya adalah para ulama di Bashrah (Irak).
Ulama Syam berbeda-beda dalam melakukan ibadah malam Nishfu Sya'ban. Pertama, dianjurkan dilakukan secara berjamaah di masjid-masjid. Misalnya Khalid bin Ma'dan, Luqman bin Amir dan lainnya, mereka memakai pakaian terbaiknya, memakai minyak wangi, memakai celak mata dan berada di masjid. Hal ini disetujui oleh Ishaq bin Rahuwaih (salah satu Imam Madzhab yang muktabar), dan beliau mengatakan tentang ibadah malam Nishfu Sya'ban di masjid secara berjamaah: "Ini bukan bid'ah".
Dikutip oleh Harb al-Karmani dalam kitabnya al-Masail. Kedua, dimakruhkan untuk berkumpul di masjid pada malam Nishfu Sya'ban untuk shalat, mendengar cerita-cerita dan berdoa. Namun tidak dimakruhkan jika seseorang salat (sunah mutlak) sendirian di malam tersebut. Ini adalah pendapat al-Auza'i, imam ulama Syam, ahli fikih yang alim. Inilah yang paling tepat, InsyaAllah. (Syaikh al-Qasthalani dalam Mawahib al-Ladunniyah II/259 yang mengutip dari Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Lathaif al-Ma'arif 151).
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku