Lima Sesat Pikir Seputar Pidana Kebiri usai Vonis Pemerkosa 9 Anak di Mojokerto
JAKARTA, iNews.id - Usai Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto memberikan pidana tambahan berupa kebiri kimia terhadap pemerkosa sembilan anak, Muh Aris (20), ragam komentar pun bermunculan. Salah satunya adalah menyebutkan kebiri merupakan sebuah hukuman.
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, penyebutan kebiri sebagai hukuman yang berbeda dengan rehabilitasi merupakan suatu sesat pikir. Walaupun hal tersebut terdapat dalam UU 17/2016 Tentang Perlindungan Anak Pasal 81.
"Padahal kebiri, agar memunculkan efek jera, sejatinya adalah bentuk rehabilitasi. Rehabilitasi fisik, tepatnya," katanya dalam keterangannya kepada iNews.id, di Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Sesat pikir kedua, menurut orang Indonesia pertama yang mendapat gelar Master Psikologi Forensik ini, kebiri kimiawi diyakini memunculkan efek jera. "Padahal, efek jera itu baru muncul ketika kebiri dikemas sebagai bentuk tindakan rehabilitatif, bukan tindakan retributif," ujarnya.
Reza menjelaskan, yang ketiga, Pemerintah berbangga menyebut Indonesia adalah salah satu negara yang memberlakukan kebiri. Padahal, berbeda dengan di Indonesia di mana kebiri bersifat retributif, di negara-negara lain, kebiri bersifat rehabilitatif.