Lima Sesat Pikir Seputar Pidana Kebiri usai Vonis Pemerkosa 9 Anak di Mojokerto
"Alhasil, di sini kebiri dikritik sebagai pelanggaran hak azasi manusia (HAM), sementara di negara-negara lain kebiri justru memanusiakan manusia (pelaku)," ujarnya.
Sesat pikir keempat, Reza mengungkapkan, Kebiri kimiawi diyakini memunculkan efek jera. "Padahal, efek jera itu baru muncul ketika kebiri (sebagai rehabilitasi fisik) dikemas bersamaan dengan rehabilitasi psikis," tuturnya.
Reza menambahkan, yang terakhir, UU dan narasi publik tentang kebiri di Indonesia mengasumsikan predator adalah laki-laki. "Jadi, kebiri ditujukan untuk menekan testosteron (hormon seksual yang seakan hanya ada pada lelaki). Ini nyata-nyata bias gender," katanya.
Dia menilai, penyusun UU dan masyarakat memiliki cara pandang sexist, tidak objektif. Padahal, data Sensus 2012 di Amerika Serikat misalnya, perbandingan predator lelaki dan perempuan adalah 56,4 persen dan 43,6 persen.
"Jadi, dalam konteks kejahatan seksual, anggapan bahwa perempuan adalah sosok lembut tanpa bibit kelakuan jahat seksual, perlu dikoreksi besar-besaran," tutur Reza.
Editor: Djibril Muhammad